Maya Hartono, pelaku usaha di bidang tekstil, sempat merasa putus asa lantaran usahanya babak belur akibat hantaman pagebluk Covid-19. Pukulan pandemi begitu keras terhadap usaha suvenirnya. Bisnisnya terhenti. Omzet rontok. Modal usaha makin seret. Bahkan, ia terpaksa harus mengurangi jumlah tenaga kerjanya.
Pandemi memang telah meluluhlantakkan banyak usaha ultramikro (UMi). Mulai dari kehabisan uang kas, mengurangi jumlah tenaga kerja, hingga menutup usaha. Sebanyak 84,20% usaha mikro dan kecil (UMK) mengaku pendapatan menurun akibat permintaan berkurang, menurut survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020.
Maya menceritakan lebih detail betapa keras pukulan pandemi terhadap bisnisnya yang sempat berhenti total tersebut. Tenaga kerjanya bahkan tak bisa mendapat penghasilan seperti biasanya.
Baca Juga: Peran Penting Pegadaian dalam Menyambung Nafas Pelaku UMi & UMKM
"Mulai pandemi Maret 2020. PO (Pre-order) untuk bulan Juli, Oktober, sampai akhir tahun, di-cut semua. Suvenirku betul-betul macet. Enggak ada kerjaan sama sekali," kisahnya dengan suara bergetar kepada Warta Ekonomi, Selasa (27/4/2021).
Padahal sebelum hantaman pandemi menyerang, Maya yang sudah menjalankan roda usahanya di Semarang sejak 10 tahun lalu ini mengaku bisa mendapat keuntungan belasan juta rupiah, memberikan kehidupan kepada tujuh karyawan. Apalagi setelah menjadi nasabah program Kreasi UMi Pegadaian pada tahun 2017, omzetnya bisa terbang hingga 100 persen.
"Dari 2017 sampai 2020, kenaikan omzetnya hampir 100 persen, dua kali lipatnya. Tapi setelah pandemi rontok," ungkapnya. Maya menerima kredit sejumlah Rp6 juta di awal tahun menjadi nasabah Pegadaian, selanjutnya terus bertambah hingga di tahun 2019 ia mendapat pembiayaan sebesar Rp10 juta.
Merasa iba melihat karyawannya tak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, perempuan 50 tahun ini pun memutar otak demi menyambung nafas Up Round, nama bisnisnya. Usahanya pun beralih ke pembuatan masker dan apron. Pasalnya, permintaan masker saat itu cukup menjanjikan untuk mendatangkan pundi-pundi keuntungan.
"(Bisnis) masker lumayan bisa berjalan sampai sekitar Oktober-Desember tahun kemarin," tutur ibu dua orang anak ini. "Saat pandemi tak ada kerjaan, aku juga punya ide bikin apron."
Maya tak segan mengakui Pegadaian bak juru selamat di saat-saat usahanya kritis akibat pagebluk. Pada Mei 2020 silam, ia mendapat pembinaan dari Lembaga Keuangan Non-Perbankan tersebut.
"Di grupku isinya sekitar 100 UMKM untuk dibina mengenai pemasarannya, keuangan, diajarkan oleh dosen UI. Saya ikut (pembinaan) Pegadaian betul-betul merasa terbantu," akunya sambil mengimbuhkan memutuskan mengambil kredit di Pegadaian karena bunga murah dan proses yang cepat dibanding lembaga jasa keuangan lainnya.
"Sampai sekarang Pegadaian masih giat membantu UMKM. Usaha Pegadaian betul-betul bagus sih," tambahnya lagi.
Hal serupa diamini oleh Heri Suherman, pemilik usaha kopi olahan Sucker Soul di Pangalengan, Kabupaten Bandung. Pria ini mengaku sempat mengajukan kredit di salah satu bank BUMN sebelum menjadi nasabah Pegadaian di tahun 2020. Ia tidak sempat mendapat kredit dari bank tersebut lantaran prosesnya yang dirasa rumit. Beda dengan Pegadaian.
"Akses di bank agak sulit. Saya mengajukan beberapa kali, perlu waktu yang lama, makanya saya cabut kembali. Saya alihkan ke Pegadaian. (Pencairan kredit) di Pegadaian hanya sekitar satu minggu," ceritanya saat ditanya Warta Ekonomi (24/4/2021).
Heri mengungkapkan bahwa omzet usahanya naik sekitar 20 persen setelah mendapat pembiayaan Kreasi UMi. Sebelumnya, pria berumur 41 tahun ini mengalami kekurangan biaya modal karena penjualannya berkurang sekitar 40 persen akibat pandemi Covid-19.
"UMi dari Pegadaian sangat berdampak, terutama dalam menambah biaya permodalan usaha saya. Sebelum mendapat pembiyaan UMi, (usaha) berjalan dengan kapasitas produksi sedikit. Setelahnya, saya bisa belanja bahan baku lebih banyak, sehingga bisa memproduksi dan memasarkan produk lebih banyak," tuturnya.
Pria yang sudah mengelola bisnisnya sejak 2019 ini juga mendapatkan program pelatihan UMKM Naik Kelas dari Pegadaian, bekerja sama dengan FEB UI. "Pelatihannya daring, lebih ke manajemen, berpengaruh ke internal saya," jelasnya.
Kreasi UMi merupakan salah satu program Pegadaian yang memberikan fasilitas kredit dengan uang pinjaman Rp10 juta ke bawah dan jaminan BPKB kendaraan bermotor, yang diberikan kepada pengusaha mikro dan pengusaha kecil yang membutuhkan dana untuk pengembangan usaha.
Jangka waktu pinjamannya fleksibel, yakni 12, 18, 24, dan 36 bulan. Proses kreditnya sendiri hanya membutuhkan waktu tiga hari, dan dana bisa segera cair. Sementara sewa modal atau bunga pinjamannya relatif murah sebesar 1,12 persen dengan angsuran tetap per bulan dan biaya administrasi sebesar 1 persen.
"Kriterianya (UMi) sampai saat ini masih Rp10 juta ke bawah. (Pembiayaan) ada dua, ada Gadai dan Kreasi UMi berbasis fidusia," ungkap Direktur Produk Pegadaian Harianto kepada Warta Ekonomi (24/4/2021).
Pegadaian, lanjut Harianto, tidak saja memberikan pembiayaan lewat program tersebut, namun juga melakukan pemantauan lewat pendampingan secara langsung ataupun melalu daring.
"Disyaratkan untuk UMi ini ada pendampingan. Beberapa (UMi) bahkan sudah berhasil. Pendampingannya ada dua pola, materinya bisa kami share, juga sekaligus pendampingan di lapangan untuk tahu perkembangan usaha mereka," tukasnya.
Per Maret 2021, total penyaluran produk ultramikro Pegadaian mencapai omzet sebesar Rp335,96 miliar yang disalurkan kepada 74.206 debitur yang tersebar di seluruh Indonesia. Sementara realisasinya dengan omzet sebesar Rp4,23 miliar per Maret 2021.
"Dengan kondisi pandemi, semua pelaku UMKM terdampak. Bahwa NPL-nya naik, iya ada kenaikan, tapi ada program relaksasi yang sudah kami jalankan. Pada saat ini belum sepenuhnya pulih," jelas Harianto.