Jum'at, 29 Maret 2024 Portal Berita Entrepreneur

Peran Guru Bantu UMKM Bertahan di Tengah Pandemi Covid-19

Foto Berita Peran Guru Bantu UMKM Bertahan di Tengah Pandemi Covid-19
WE Entrepreneur, Jakarta -

Peran seorang mentor begitu penting bagi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dalam proses menjalankan bisnisnya. Begitu prinsip Tri Nuryani (28) saat baru mendirikan bisnisnya tiga bulan lalu.

Sejak memutuskan memulai usaha bersama dua rekannya, founder Tripitory ini menemukan platform MicroMentor yang dia anggap sesuai kebutuhannya saat itu. Yaitu seorang mentor yang bisa berbagi wawasan terkait industri bisnis yang dijalankannya. Lalu, mendaftarlah dia ke platform tersebut.

Tri mengelola usaha di bidang industri pariwisata, khususnya perhotelan. Usahanya berupa software manajemen hotel yang terintegrasi untuk membantu proses operasional hotel bintang 3 dan 4 menjadi efisien di era new normal. Ide bisnisnya berangkat dari kondisi industri pariwisata yang sedang tidak baik-baik saja, dan hotel-lah yang paling terdampak oleh pagebluk COVID-19.

Baca Juga: Bukalapak Dukung Ketahanan Bisnis UMKM Indonesia Lewat Tarif Layanan 0.5% 

Sayangnya, Tri tak punya cukup ilmu terkait perhotelan. Karena itu, ia ingin mendapat mentor yang bisa memberikannya insight (wawasan) terkait industri perhotelan, terutamaekosistem manajemennya.

“Kami butuh seorang mentor yang bisa mengarahkan bisnis yang benar. Melakukan usaha bukan cuma jualan, juga butuh tahu cara membuat suatu strategi, bagaimana (usaha) bisa tumbuh dan lainnya,” tutur Tri kepada Warta Ekonomi (13/1/2021).

Tri mendapatkan mentor yang mengajarinya tidak hanya skill menjadi wirausaha, namun juga pengetahuan tentang startup dan teknogi informasi. Dia mendapatkan banyak wawasan baru meski baru didampingi mentor sekitar dua bulan. Tri mendapatkan pendampingan dari sang guru guna mengatasi beragam masalah yang dia hadapi.

“Mentor saya menguatkan dasar-dasarnya dulu. Dia cukup kooperatif. Tidak cuma kasih ide, tapi juga mendengarkan masalah saya,” ungkapnya.

MicroMentor, bagi Tri, telah membantu orang seperti dirinya yang membutuhkan mentor karena bisa bertemu dengan orang-orang yang sudah ahli dan sukses di bidangnya, yang secara sukarela membagikan ilmunya. 

“Di sini, orang-orang yang ingin usahanya berjalan baik, ingin mengembangkan diri, atau punya masalah lain, bisa teratasi,” Tri mengisahkan.

Manajemen Arus Kas 

Serupa tapi tak seirama dengan Tri, adalah Rangga Septiana (30), pelaku UMKM di bidang alat kesehatan. Menurut Rangga, bisnis yang dijalankan tanpa seorang mentor mungkin saja bisa berhasil, tapi target yang dituju sulit dicapai. Banyak hal yang ia dapat sebagai mentee MicroMentor. Ia mengaku belajar mengelola arus kas (cash flow), bisnis dan wawasan lainnya dari sekitar 10 mentor.

Dari MicroMentor, pemilik usaha produksi kapas dan kasa ini belajar bahwa pelaku UMKM sulit mengembangkan usahanya lantaran satu hal yakni pencatatan keuangan pribadi dan usahanya tidak terpisah. Rangga lantas belajar mengelola keuangan usahanya dengan memisahkan modal dan keuangan pribadi. Sehingga diakuinya bisnisnya bisa berkembang.

“Kehadiran MicroMentor membantu saya. Ternyata berbicara masalah bisnis ini sangat kompleks, di sana (MicroMentor), saya bisa bertukar pikiran,” ujarnya saat pelatihan Banking Editors Masterclass (BEM) yang diadakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersama Bank Commonwealth beberapa waktu lalu.

Berkat pendampingan mentor dari MicroMentor, diakuinya, omzet usaha yang sudah ia jalankan sejak 2013 ini mengalami peningkatan sebesar 30-40%. Di samping manajemen keuangan, Rangga juga belajar mendigitalisasi produk usahanya dengan masuk ke berbagai platform marketplace seperti Tokopedia.

Wawasan terkait arus kas paling membekas bagi Rangga. Arus kas yang bagus ialah bisa memutar uang secara cepat, dikonversikan stok produk yang selalu tersedia. Apabila arus kas sudah baik, maka bisa menyediakan stok produk untuk pelanggan di hari itu juga. “Yang mengubah segala-galanya itu pola pikir usahawan dan manajemen keuangan,” kisahnya.

Nahasnya, usaha Rangga ini tak luput dari dampak pandemi Covid-19. Omzetnya merosot tajam. Penurunannya setara dengan kenaikan omzet usai mendapatkan pendampingan MicroMentor yakni sekitar 40%. Tapi, pemasaran secara digital di marketplace Tokopedia dan website mampu menyelamatkan usahanya dari dampak pandemi Covid-19.

“Saya merambah digitalisasi, jangkauan pasarnya luas. Alhamdulillah digitalisasi bisa menyangga (bisnis) saya untuk saat ini, di saat pandemi bisnis secara konvensional tidak berjalan,” katanya.

Pemilik usaha CV Jaya Niaga di Kabupaten Bandung ini menyatakan mentoring dari MicroMentor membantunya mendapat kredit modal kerja (KMK) dari Bank BRI Unit Kota Bandung sebanyak tiga kali. Dua kali senilai masing-masing Rp25 juta, dan ketiga kalinya tembus Rp250 juta.

Dari mentoring, ia melakukan beberapa langkah sehingga mampu meraih kepercayaan dari perbankan. Mendirikan usaha jenis CV, mengantongi izin usaha, dan juga mempercantik arus kas.

Survei Mercy Corps

Director of Programs-Agriculture, Entrepreneurship, dan Financial Inclusion, Mercy Corps Indonesia (penyedia MicroMentor), Andi Ikhwan, bilang berdasarkan riset yang dilakukan Mercy Corps pada Juni 2019, MicroMentor memberikan maanfaat bagi sejumlah UMKM binaannya.

Misalnya sekitar 91% UMKM binaan MicroMentor bisa bertahan di tahun pertama usahanya, serta 89% mengalami peningkatan kapasitas, baik di bidang keuangan, manajemen, maupun keahlian personal.

“Mereka yang mendapatkan pendampingan bisa menciptakan kesempatan lapangan kerja baru,” Andi menjelaskan.

Tergabung dalam MicroMentor, tak lantas bisa langsung menemukan mentor yang cocok. Hal ini dialami Tri Nuryani selama beberapa waktu lantaran para mentor yang berdomisili di Indonesia tak ada yang meresponsnya. Selain itu, trafik MicroMentor yang rendah dan ada mentor yang tidak aktif jadi kendala dia cepat mendapatkan pembimbing.

Tri pun akhirnya berjodoh dengan seorang warga negara Indonesia yang menetap di Amerika Serikat sebagai mentornya. “Sebenarnya saya mencari mentor orang Indonesia yang ngobrol menggunakan bahasa Indonesia juga,” kata Tri.

Meski bersyukur atas kehadiran MicroMentor karena begitu bermanfaat bagi dirinya, Tri berharap mentee-mentee lain tak kesulitan mendapat mentor seperti yang dialaminya. Sarannya, MicroMentor bisa aktif bekerja sama dengan beberapa mentor yang siap sedia merespons mentee yang kesulitan mendapat mentor.

“Jadi, saat mentee tak kunjung mendapat respons dari mentor yang dituju, masih ada pilihan mentor dari MicroMentor itu sendiri.”

MicroMentor memang platform yang membebaskan masyarakat bisa mendaftar secara sukalera sebagai mentor atau mentee.

Menanggapi keluhan Tri, Ikhwan membenarkan masalah tersebut memang kerap terjadi. Karena itu, Mercy Corps tengah berusaha untuk bisa mengakselerasi mentor dan mentee agar menjadi active user, tidak hanya terdaftar di platform.

Dia akan melakukan beberapa langkah untuk membantu UMKM yang mengalami kendala tersebut. Sehingga semua mentor bisa aktif memberikan pendampingan yang dibutuhkan UMKM.

Basicly kami sebetulnya memfasilitasi seorang mentor bisa memberikan pendampingan kepada UMKM, sebaliknya UMKM bisa mencari mentor yang bisa membantunya,” ucapnya melalui sambungan telepon (22/1/2021).

Peluang Dukungan Finansial

Mercy Corps bekerja sama dengan salah satu bank swasta asing di Indonesia, Bank Commonwealth. Namun, saat ini bank tersebut belum memberikan fasilitas kredit kepada UMKM yang tergabung di MicroMentor.

Meski begitu, tidak menutup kemungkinan ke depan akan ada upaya kerja sama yang mengarah pada pemberikan dukungan secara finansial kepada para UMKM MicroMentor.

“Kerja sama lanjutan dengan Commbank sampai Juli 2022, kami akan melihat kemungkinan kalau nantinya UMKM yang teregister di platform MicroMentor, mereka bisa support pembiayaan juga,“ ungkap Ikhwan.

Hal ini dibenarkan oleh Corporate Communication Bank Commonwealth Bayu Irawan. Ia mengatakan kerja sama dengan MicroMentor adalah bagian dari program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) perusahaan dan belum merambah ke fasilitas pembiyaan.

“Tidak menutup kemungkinan ke depan kami bisa explore (ke fasilitas kredit),“ tandasnya (21/1/2021).

Bappenas dalam Kajian Kebijakan Penanggulangan Dampak Covid-19 terhadap UMKM yang terbit Desember 2020 menyebutkan saat pandemi sebanyak 48,56% UMKM yang disurvei membutuhkan pendampingan dan konsultasi bisnis dari organisasi atau lembaga pendukung UMKM.

Studi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) juga menemukan 60% UMKM di Indonesia membutuhkan pelatihan rencana bisnis agar bisa bertahan di tengah pandemi.

Temuan tersebut menunjukkan pentingnya pendampingan bisnis bagi pelaku UMKM guna melawan gempuran pandemi Covid-19 agar bisa kembali bangkit. Apalagi, sektor ini menyumbang 61,1 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2018, dengan daya serap tenaga kerja dunia usaha hingga 97 persen atau setara 117 juta pekerja.

Pendampingan di Platform BRILIAN

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (Bank BRI), bank yang identik dengan UMKM, memfasilitasi kebutuhan mentor bagi UMKM. Sebelum Covid-19 mewabah, tepatnya pada 2016 BRI telah mengembangkan platform Wirausaha BRILIAN guna memfasilitasi kebutuhan edukasi UMKM melalui website dan aplikasi.

Tina Lubis (50), pelaku usaha bidang kerajinan tas, menyatakan dengan mendapatkan pelatihan dari Wirausaha BRILIAN, telah membantunya menaikkan omzet bulanan sekitar 0,3% dari sebelumnya Rp15 jutaan per bulan.

“Ini omzet saat sebelum pandemi ya,“ katanya saat dihubungi (11/1/2021).

Tina tergabung dalam Wirausaha BRILIAN sejak 2018. Dari sana, ia mendapat banyak ide produksi kerajinan tas dan cara pemasaran produk yang lebih tepat. Jejaringnya pun makin luas lantaran bisa saling bertukar ide dan bertemu dengan sesama pengrajin.

Dia mengakui awal mulanya hanya menjual satu-dua buah produk tiap bulan di kalangan teman dan saudara. Produknya mulai dikenal usai mengikuti beragam bazar UMKM. Selain memasarkan produk secara konvensional, ia mulai menjual produknya melalui marketplace di Lazada dan Shopee sejak tiga tahun lalu.

Omzet dari penjualan baik online dan offline lama-lama meningkat. Berkat beragam strategi yang diterapkannya, seperti promo atau diskon, meningkatkan penjualan online di beberapa marketplace dan media sosial, kualitas produk dan juga menambah koleksi tas kulit batik, dalam 2 tahun terakhir omzetnya mencapai Rp12-17 jutaan per bulan.

“Sebelumnya hanya (memproduksi) tas kulit sintesis,” kata Tina.

Seperti UMKM lain, usaha bernama Rancakbana di Depok ini turut terdampak pandemi Covid-19. Tina bilang penjualan produknya turun signifikan. Sayangnya, ia enggan merinci berapa persen angka penurunan tersebut. Beruntungnya, usaha Tina masih bisa bernafas dari pemasaran via marketplace.

“Dengan pelatihan online (BRILIAN), (saya) menggenjot penjualan online dan meningkatkan mutu produk agar lebih bervarian,“ ujarnya.

Penurunan omzet UMKM Indonesia akibat pandemi sudah diungkap oleh hasil survei Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Riset itu menyebutkan 4 dari 5 perusahaan atau 80% responden mengakui pendapatannya turun tajam.

Rinciannya, sekitar 34% perusahaan yang disurvei pendapatannya menurun 25%. Lalu, 18% responden mengalami penurunan pendapatan 25-50%, serta 28% responden sisanya pendapatanya anjlok lebih dari 50%.

Di samping mendapatkan pelatihan, Tina mengaku mendapatkan tawaran pinjaman kredit usaha rakyat (KUR) di Wirausaha BRILIAN. Namun ia tak mengambilnya, sebab hingga saat ini usahanya masih bisa berjalan tanpa kredit bank.

“Kebetulan modalnya masih ada,” akunya.

Pengurusan Sertifikasi Halal

Pelaku UMKM lain, Devi Maharani (40), bilang pelatihan Wirausaha BRILIAN sesuai dengan permasalahan bisnis yang dijalaninya. Pemilik Dapur Cihuuyy ini telah mengantongi izin Produksi Industri Rumah Tangga (P-IRT) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Namun perpanjangan sertifikasi halalnya ternyata mengalami kendala.

“Yang pengajuan sertifikat halal saya dibantu (BRILIAN). (Pengurusan) sertifikasi saya dengan nominal menurut saya gede banget. Tapi saya dibantu Rp2,5 juta,” kisah Devi.

Baru bergabung dengan Wirausaha BRILIAN saat pandemi muncul sekitar April 2020, Devi mengaku pelatihan yang diberikan bermanfaat pada keterampilannya (soft skill). Namun, secara bisnis menurutnya belum ada perubahan secara signifikan.

“Secara bisnis belum ya, saya belum ikutan bazarnya mereka. Paling nambah soft skill, branding dan networking.

Di awal-awal pandemi, usaha Devi yang mempekerjakan 9 karyawan ini termasuk yang beruntung lantaran menuai berkah berlipat. Pada April-Agustus tahun lalu, ia bisa meraih omzet hingga Rp90 jutaan per bulan akibat pesanan yang membludak.

Namun, memasuki Desember 2020 hingga sekarang omzetnya turun drastis. Bahkan ia sempat merumahkan beberapa karyawannya.

“Saya rasa Desember pertengahan sampai sekarang, posisinya dari segi omzet, paling tidak bagus,“ Devi menjelaskan.

Meski begitu, ia menegaskan bisnisnya yang belokasi di Bogor tersebut masih bisa bertahan sehingga tidak berniat mengajukan kredit dari perbankan mana pun untuk mendapatkan tambahan modal.

Dorong UMKM Naik Kelas

Agus Rachmadi, Direktur BRI Microfinance Center, menyatakan dengan mengikuti Program Pemberdayaan UMKM Naik Kelas Terpadu, UMKM dipersiapkan untuk bisa lebih mudah mengakses permodalan. Artinya, secara kapasitas memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan oleh perbankan sebagai penyalur permodalan.

“Melalui menu simulasi kredit, UMKM dapat melihat gambaran perhitungan pinjaman untuk UMKM dari BRI serta mengajukan permohonan pinjaman melalui tab yang disediakan,“ katanya kepada Warta Ekonomi (19/1/2021). 

Menurut Agus, Wirausaha BRILIAN mengadakan webinar atau pelatihan online secara gratis untuk tema-tema produktif yang bisa jadi inspirasi tambahan terutama bagi UMKM yang usaha utamanya terhambat akibat pandemi. Pelatihan online selama pandemi ini diklaimnya telah diikuti oleh lebih dari 2.000 UMKM dari seluruh Indonesia.

“Pelatihan online ini mendapat dukungan penuh dari Bank BRI sebagai pembina Wirausaha BRILIAN,“ ungkap Agus.

Pengalaman para UMKM tersebut membuktikan, dengan pelatihan dan pendampingan, memang tak sepenuhnya bisnis mampu menagkal dampak pandemi Covid-19, tapi setidaknya mereka masih bisa bertahan. Baik MicroMentor atau Wirausaha BRILIAN sama-sama punya keunggulan. Mana yang akan dipilih UMKM, tergantung pada kebutuhan dan kesesuaian dengan usahanya masing-masing.

*Tulisan ini merupakan tugas akhir dalam program Banking Editors MasterClass 2020 yang diselenggarakan Sekolah Jurnalisme AJI - Commonwealth Bank

Tag: Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), PT Bank Commonwealth, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

Penulis/Editor: Rosmayanti

Foto: CV Jaya Niaga