HP Inc meluncurkan studi terbaru terkait para pelaku UKM di Asia-Pasifik, Survival to Revival, berdasarkan survei dari 1.600 pelaku UKM di delapan negara Asia.
Studi ini mengungkapkan bahwa lebih dari 50 persen pelaku UKM berharap untuk bertahan hidup dan berkembang dalam situasi pandemi. Mereka juga merasa bahwa transformasi digital akan menjadi bagian penting kebangkitan ini.
Diselesaikan pada Juni 2020, studi yang dilakukan di Australia, India, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Singapura, Thailand, dan Vietnam ini memiliki beberapa temuan.
Baca Juga: Selama Pandemi, 57% UMKM Diserbu Lebih Banyak Pelanggan
Perusahaan yang paling percaya diri untuk bangkit melihat adaptasi digital sebagai hal yang sangat penting. Hampir 60% pelaku UKM di masing-masing negara menganggap adaptasi digital sebagai hal yang sangat penting atau esensial. 75% pelaku UKM di Indonesia dan 65% pelaku UKM di Thailand sangat peka terhadap kebutuhan ini dan percaya bahwa adaptasi digital sangatlah penting.
46% pelaku UKM di masing-masing negara mengharapkan pertumbuhan sebelum masa pandemi, tetapi angka itu turun drastis menjadi hanya 16%. India dan Vietnam adalah negara yang paling optimis dengan pertumbuhan pascapandemi, sedangkan Singapura, Jepang, dan Korea Selatan tidak terlalu optimis.
Hanya 6% dari para pelaku UKM yang mencatat peningkatan produktivitas di tempat kerja dibandingkan dengan periode sebelum Covid-19. Sementara 43% mencatat produktivitas yang lebih rendah.
Pandemi ini memperkuat kurangnya pola pikir digital dan keterampilan dalam UKM yang menghambat pertumbuhan dan memengaruhi hampir setengah dari para responden (44%).
Para pelaku UKM tidak tahu di mana dapat mencari bantuan. 60% pelaku UKM menganggap dukungan pemerintah tidak mencukupi atau tidak ada kejelasan tentang dukungan yang tersedia. Sekitar 31% responden meminta bantuan kepada institusi keuangan, sedangkan hanya 19% yang meminta bantuan perusahaan TI.
Sekitar 60% responden melihat transformasi digital sebagai kunci inovasi dalam proses dan fleksibilitas kerja, serta kustomisasi produk dan layanan yang diidentifikasi sebagai strategi masa depan.
Namun, solusi yang hemat biaya diperlukan mengingat cashflow tetap menjadi pertimbangan utama lantara para pelaku UKM merasa tidak yakin ke mana mereka harus mencari solusi yang tersedia. Ini merupakan hal yang penting, terutama dengan hanya 4 dari 10 UKM yang memiliki divisi atau karyawan yang bertanggung jawab untuk berinovasi.
Mayoritas pelaku UKM tidak mendedikasikan sumber daya dan investasinya dalam inovasi sebagai sebuah disiplin ilmu; lebih umum untuk bertanya kepada para pelanggan perihal apa yang mereka inginkan atau sekadar mengikuti apa yang ditawarkan pesaingnya. Hanya satu dari lima pelaku UKM yang memiliki penawaran khusus, mencari channel penjualan dan supply chain baru atau memperkenalkan lini bisnis baru.
Dalam hal ini, Indonesia (59%) dan Thailand (51%) memimpin dengan persentase tertinggi dari para pelaku UKM yang mendedikasikan sumber daya mereka untuk berinovasi.