CEO Indodax Oscar Darmawan tak berangkat dari keluarga yang kaya raya. Jatuh bangun telah dilewatinya sedemikian rupa hingga ia menceritakan kenangan masa kecilnya yang terkenal 'bodoh' dari kelas 1-3. Namun, saat memasuki kelas 4, Oscar merasa bahwa kehidupan sekolah itu seperti game yang naik level ke 10 besar, lalu 3 besar. Dari situlah Oscar mulai rajin sekolah dan semakin pintar.
Sayangnya, penyesalan hidup Oscar terjadi saat ia kelas 5 SD. Saat itu, ibunya meminta Oscar untuk pulang lebih awal namun ditolak olehnya karena Oscar masih ingin belajar. Saat pukul 5 sore setelah Oscar pulang ke rumah, ibunya sudah dibawa ke rumah sakit. Malam harinya, sang ibu meninggal dunia. Oscar menyesali hal itu karena ia jadi tidak bisa melihat dan menemani saat-saat terakhir ibunya.
Baca Juga: Memandang Prospek Kripto Tahun 2024, CEO Indodax Oscar Darmawan: Justru Ini Saatnya Beli!
Ayah Oscar sendiri baru saja meninggal dunia pada akhir tahun 2021 kemarin. Oscar mengakui bahwa hubungannya dengan sang ayah sangat 'spesial'. Ia sempat membenci sang ayah karena setelah sang ibu meninggal, ayahnya mengomeli Oscar setiap hari dengan mengatakan: "Oscar, kamu itu berbeda sama yang lain. Kamu itu harus lebih cepat dewasa."
Menurut pengakuan Oscar, dalam budaya Tionghoa, anak laki-laki pertama adalah yang harus didorong untuk membawa bendera keluarga.
"Makanya waktu itu, saya benci ayah saya. Terus terang, waktu saya SD - SMA, saya enggak paham karena beliau sangat keras, kenapa beliau mendidik saya dengan seperti itu," ujarnya dalam video YouTube bertajuk "Bitcoin: Instrumen Investasi atau Uang Masa Depan? - Oscar Darmawan | Endgame #89."
Hari ini bagi Oscar, sang ayah adalah sosok pahlawan untuknya. Ayahnya berangkat dari Palembang ke Yogyakarta tanpa membawa apa-apa hingga akhirnya putus sekolah, jadi tukang parkir, kemudian jadi supir perusahaan, dipercaya jadi sales, jadi sales manager, kemudian akhirnya membuat usaha sendiri sampai punya 200 karyawan.
"Cuma pada akhirnya usaha itu memang enggak terlalu besar, bahkan di tahun 1998, terjadi demo besar yang membuat usahanya goyang. Krisis ekonomi global. Ibu saya meninggal tahun 1997. Jadi pada saat itu, saat yang sangat berat buat keluarga kita," kenang Oscar.
Meski demikian, saat Oscar SMA, bisnis ayahnya kembali naik, tapi berakhir dengan utang milyaran. "Dan saya tahu itu akan jadi beban saya," cetusnya.
"Tapi pada akhir hidupnya, ada satu hal yang enggak saya sesali yaitu ternyata biarpun saya juga mulai dari 0, pada akhirnya saya bisa membayar hutang ayah saya secara tunai. Itu yang membuat ayah saya bangga sama saya," ujar Oscar mengisahkan.
Oscar mengaku beruntung masih bisa membahagiakan dan membuat bangga sang ayah di akhir hidupnya.
Lebih lanjut, Oscar bercerita bahwa pendidikannya di sekolah membantunya hingga hari ini menjadi pengusaha. Saat itu, Oscar dan teman-temannya dipercaya memegang majalah sekolah. Namun, majalah sekolah itu setiap cetak buku pasti merugi. Akhirnya, Oscar meminta rapat hingga diputuskan untuk mengubah percetakan hingga sistem penjualan. Semua pun berakhir indah dengan keuntunan.
"Tapi sayangnya begitu saya lulus, mereka rugi lagi, Pak. Di situ saya belajar ternyata manajemen itu sangat penting untuk berani mengambil keputusan," ujar Oscar.
Oscar merupakan lulusan Monash University Singapore karena saat itu keuangan sang ayah sedang baik-baiknya. Ia mengambil jurusan komputer karena selain Biologi, Oscar pernah menang Juara 2 di Kejuaraan Nasional. Padahal aslinya, Oscar tidak terlalu menyukai komputer, namun suka main game.
"Kebanyakan orang kalau suka main game, pasti masuk Komputer. Karena mikirnya bikin game itu fun. Cuma setelah kita belajar, ternyata bikin game itu nggak fun. Tapi karena talenta saya cukup bisa mengikuti, saya lulus dengan baik," ujar Oscar.
Meski demikian, Oscar juga ternyata mengikuti double degree hanya dengan waktu 3 tahun.
"Saya pikir kalau memang saya harus (ambil jurusan) Komputer, saya harus yang terbaik di bidangnya. Jadi saya ambil program ganda: Teknologi Informasi dan Sistem Informasi," ujarnya.
Sang ayah yang sebenarnya sedang dililit utang rupanya cukup ngos-ngosan menguliahi Oscar. Oscar sendiri juga kepayahan karena harus mendapatkan uang saku sedikit. Oleh karena itu, setiap kali berangkat ke Singapura, Oscar membawa 1 kardus Indomie yang ia makan dalam waktu 2 minggu. Alhasil, lambung Oscar cukup rusak sekarang dan tidak bisa makan mie instan lagi.
Oscar sendiri mengakui bahwa sang ayah orang yang sangat pintar. Namun, ia tidak memiliki keberuntungan untuk melanjutkan sekolah. Sang ayah juga menjadi sosok yang pesimis dan meminta anak-anaknya untuk tidak bermimpi besar menjadi konglomerat atau orang kaya.
"Makanya kemudian saya fokus di bisnis. Saya ingin membuktikan ke ayah saya kalau saya bisa membuat usaha," ujar Oscar seraya mengaku bahwa ia seseorang yang menyukai tantangan.
Lebih lanjut, Oscar menceritakan jejak awal ia berbisnis. Pada tahun 2007, setelah ia lulus kuliah, ia diminta bekerja di Singapura oleh sang ayah. Ayahnya melihat sepupu Oscar hidup baik dan makmur di Singapura, beliau ingin Oscar hidup dengan baik dan stabil. Namun, Oscar kesulitan mencari pekerjaan, hingga akhirnya ia mendapatkan pekerjaan di perusahaan IT lokal Singapura.
Sayang, Oscar hanya mampu bekerja tiga bulan karena setelahnya ia dipecat. Oscar mengaku bahwa ia membuat banyak kekacauan di perusahaan sehingga bosnya yang bernama Alex mengatakan Oscar tak bisa lanjut.
"Saya dipecat itu dalam kondisi saya nggak punya uang," ujar Oscar.
Kemudian, Oscar pulang ke Semarang dan memulai bisnisnya dengan modal dan sisa uang sebesar Rp5 juta.
"Saya harus mikir gimana caranya dengan 5 juta membuat usaha kemudian saya bagi-bagi uang itu," kisah Oscar.
Adapun setengah juta - 1 juta digunakan Oscar untuk mengurus badan usaha, kemudian sisa 2 juta dipakai untuk menyewa warnet.
"Kalau 2 juta saya bayar tempat sewa, nggak mungkin, mau bayar sewa tempat kayak apa. Karena kalau kita mau sewa warehouse, programmer kan harus ada tempat yang buat kerja proper, ada komputer, dsb. Kalau saya beli komputer, habis uang 2 juta saya," cerita Oscar. "Jadi saya sewa 2 juta itu untuk 4 tempat duduk di warnet."
Untungnya, warnet tersebut mengizinkan. Kemudian 2 juta sisanya dipakai Oscar untuk memasang iklan lowongan kerja di Suara Merdeka. Kemudian Oscar mendapat 4 karyawan yang semuanya lulusan terbaik dari universitas bergengsi. Setelah itu, tanpa malu-malu, Oscar menghubungi mantan bosnya, Alex untuk bekerja sama dan Alex pun mengiyakan.
Setelah satu tahun menjalankan bisnisnya, Oscar ribut dengan sang ayah karena sang ayah tak ingin Oscar bekerja gini-gini saja. Lalu, Oscar pun kembali menghubungi Alex untuk bekerja kembali di Singapura. Adapun bisnis yang dijalani Oscar dikelola oleh manajer.
Saat kembali bekerja dengan Alex, Oscar belajar banyak hal. Ia sudah seperti tangan kanan Alex untuk melakukan banyak pekerjaan, mulai dari penggajian hingga dealing dengan klien hingga tahun 2010. Setelah itu, Oscar memutuskan kembali ke Jakarta sambil memutuskan untuk mengembangkan software house di Indonesia.
"Kita menangani beberapa motivator terkenal di Indonesia saya nggak bisa sebutkan, cuma sekarang volumenya semua jutaan dan punya nama semua. Kita ada di belakang itu," ujar Oscar.
Hingga akhirnya pada tahun 2012, William Sutanto yang saat ini menjadi CTO Indodax mengenalkan Oscar pada Bitcoin.
"Waktu kita ngobrol-ngobrol itulah kemudian William menyakinkan saya bahwa Bitcoin itu sesuatu yang spesial biarpun pada awalnya saya sangat skeptis," kenang Oscar.
William Sutanto membeli Bitcoin pada tahun 2012 saat harganya masih di bawah Rp100 ribu, sementara Oscar membeli Bitcoin tahun 2013 saat harganya masih di bawah Rp1 juta. Setelah itu keduanya sama-sama berangkat ke China untuk mempelajari Bitcoin lebih lanjut. Saat itu, Bitcoin hanya ada di dua negara; Amerika Serikat dan China. Sekembalinya dari China, Oscar semakin yakin bisnis Bitcoin akan menjanjikan di Indonesia. Keduanya pun akhirnya memulai Indodax dengan nama awal Bitcoin.co.id.
Semula, bisnis ini seperti pertukaran uang, kemudian Oscar lebih mematangkan visinya dengan menjadikan Indodax sebagai pengaman transaksi Bitcoin yang dijual orang lain. Bali pun menjadi kota pertama yang disambangi Oscar dan William karena banyak ahli yang memakai Bitcoin di Bali. Bahkan, beberapa hotel di Bali saat itu menerima pembayaran dengan Bitcoin. Indodax bahkan mempunyai kantor di Kuta, Bali.
"Jadi salah satu hal yang menarik tentang Indodax, perusahaan kita itu profit dari tahun pertama. Biasanya kalau tren startup itu mereka bilang burning dulu sampai tahun ke-5, kalau kita nggak. Jadi buku pertama, kita profit. Sampai sekarang, buku kita sangat cukup bagus," ujar Oscar bangga.
Saat ini, Indodax memiliki kantor di MCC Sudirman dan Tebet, Jakarta serta Seminyak, Bali.