Setelah mencapai puncak pada USD69.000 (Rp1 miliar) per unit pada November 2021, mata uang digital terkemuka dunia, Bitcoin, sejak itu kehilangan hampir 70% nilainya. Ini membuat nilainya melayang sekitar USD20.000 (Rp298 juta) selama dua bulan terakhir.
Sementara itu, miliarder investor kawakan, Warren Buffett telah memberikan komentar tajam tentang Bitcoin dan cryptocurrency selama bertahun-tahun.
“Saya tidak memiliki Bitcoin. Saya tidak memiliki cryptocurrency apa pun, saya tidak akan pernah memilikinya,” katanya kepada CNBC pada tahun 2020, yang dikutip dari MoneyWise di Jakarta, Kamis (1/9/22).
Buffett bahkan pernah membandingkannya sampai mengatakan "racun tikus kuadrat." Jika ditelusuri, ternyata ada tiga poin penting mengapa Buffett tidak tertarik dengan Bitcoin.
1. Tidak memiliki nilai unik sama sekali
Investor miliarder itu tidak menyukai Bitcoin karena dianggap sebagai aset yang tidak produktif.
Buffett memiliki preferensi yang terkenal untuk saham perusahaan yang nilai beserta arus kasnya berasal dari memproduksi hal-hal yang nyata. Tetapi cryptocurrency tidak memiliki nilai nyata, kata Buffett dalam sebuah wawancara CNBC pada tahun 2020.
“Mereka tidak mereproduksi, mereka tidak dapat mengirimkan cek kepada Anda, mereka tidak dapat melakukan apa-apa, dan apa yang Anda harapkan adalah bahwa orang lain datang dan membayar Anda lebih banyak uang untuk mereka nanti, tetapi kemudian orang itu mendapat masalah,” ujar Buffett.
Meski Bitcoin bertujuan sebagai nilai tukar dan sistem pembayaran, namun penggunaannya masih terbatas.
2. Dia tidak menganggap crypto sebagai uang
Sebagai aset yang dapat diperdagangkan, Bitcoin telah berkembang pesat. Tapi bagi Buffett, Bitcoin belum memenuhi tiga kriteria uang. Menurut definisi yang paling umum, uang seharusnya menjadi alat pertukaran, penyimpan nilai dan unit hitung. Buffett pun menganggapnya sebagai 'fatamorgana.'
“Itu tidak memenuhi ujian mata uang,” kata miliarder itu di CNBC pada tahun 2014. “Ini bukan alat pertukaran yang tahan lama, itu bukan penyimpan nilai.”
3. Buffett tidak mengerti
Buffett menjadi salah satu investor paling sukses dalam sejarah dengan hanya berpegang pada saham yang dia pahami.
“Jika Anda tidak memahaminya, Anda menjadi jauh lebih bersemangat daripada jika Anda memahaminya. Anda dapat memiliki apa pun yang ingin Anda bayangkan jika Anda hanya melihat sesuatu dan berkata, 'itu ajaib.'”
Investor miliarder itu mengikuti strategi investasi nilai yang berfokus pada pembelian saham perusahaan kuat yang undervalued dan menahannya untuk waktu yang lama.
Meski demikian, dahulu Buffett terkenal menghindari saham teknologi, bahkan pada puncak gelembung dot-com, kin kepemilikan terbesar perusahaannya adalah Apple.