Invasi Rusia ke Ukraina telah membuka peluang arbitrase yang begitu menarik sehingga Reliance Industries Ltd milik Mukesh Ambani menunda pekerjaan pemeliharaan di kompleks penyulingan minyak terbesar di dunia untuk menghasilkan lebih banyak solar dan nafta setelah harga melonjak.
Kilang yang dimiliki oleh miliarder India Mukesh Ambani membeli kargo minyak mentah yang didiskon setelah sanksi sendiri atas bahan bakar Rusia oleh beberapa perusahaan Uni Eropa sehingga mendorong margin pada beberapa produk minyak ke level tertinggi tiga tahun.
Kilang kembar raksasa Reliance dapat memproses sekitar 1,4 juta barel setiap hari dari hampir semua jenis minyak mentah. Perusahaan ini juga dikenal karena kelincahannya dalam perdagangan minyak yang membantunya mendapatkan keuntungan dari perubahan harga.
Baca Juga: Mendadak Singapura Diperingatkan Dubes Rusia Tentang Ulah Barat yang Kelewat Batas
“Kami telah meminimalkan biaya bahan baku dengan mencari barel arbitrase,” kata Chief Financial Officer Gabungan V Srikanth dalam briefing Jumat, mengutip India Times di Jakarta, Senin (9/5/22).
Penyulingan India telah menyerap barel diskon yang dijauhi oleh AS dan sekutunya yang berusaha mengisolasi pemerintah Vladimir Putin. Aliran minyak Rusia ke India tidak dikenai sanksi, namun pembelian tetap sangat kecil dibandingkan dengan total konsumsi India.
Perusahaan penyulingan milik negara dan swasta di importir minyak terbesar ketiga di dunia ini telah membeli lebih dari 40 juta barel minyak mentah Rusia sejak perang pada akhir Februari, Bloomberg telah melaporkan.
Margin diesel melonjak 71% pada Januari-Maret dari kuartal sebelumnya, sementara pada bensin naik 17% dan harga nafta naik 18,5%, menurut presentasi perusahaan.
Reliance yang berbasis di Mumbai memperoleh sekitar 60% pendapatannya dari minyak, melaporkan laba kuartalan yang lebih rendah dari perkiraan pada hari Jumat karena kewajiban pajak dan biaya yang lebih tinggi di bagian lain konglomerat mengimbangi keuntungan yang diperoleh dari ekspor bahan bakar.
Laba bersih naik 22% menjadi 162 miliar rupee (USD2,1 miliar atau Rp30,6 triliun) dalam tiga bulan yang berakhir 31 Maret, jauh di bawah rata-rata laba 168,2 miliar rupee yang diperkirakan oleh survei analis Bloomberg.