Direktur Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Tri Wahyuningsih Retno Mulyani dalam keterangan resminya mengatakan bahwa pensertifikatan Barang Milik Negara (BMN) berupa tanah dilakukan sebagai upaya tertib administrasi dan untuk memberikan kepastian hukum.
Selain itu, sertifikasi juga bertujuan untuk mengamankan aset sekaligus memberikan perlindungan hukum kepada pemegang Hak Atas Tanah sehingga BMN tersebut dapat secara optimal dimanfaatkan fungsinya untuk kepentingan pelaksanaan tugas pemerintahan dan sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Baca Juga: PUPR dan Kementerian Keuangan Lakukan Serah Terima Hibah dan Alih Status BMN Senilai Rp222,58 T
"Kesuksesan program percepatan sertifikasi BMN berupa tanah sangat perlu dukungan dari tiga pihak, yaitu Kementerian Keuangan dalam mengalokasikan anggaran yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan pensertifikatan BMN berupa tanah, Kementerian/Lembaga mengajukan tanah yang akan diajukan dalam program percepatan sertifikasi dan Kementerian ATR/BPN dalam melaksanakan pensertifikatan BMN berupa tanah," ujarnya, pada Jumat (8/4/2022).
Sebagai informasi, pemerintah bertanggung jawab melakukan inventarisasi dan identifikasi seluruh BMN, termasuk BMN berupa tanah.
Baca Juga: Erick Thohir Optimis PLN Mampu Jalankan Transisi Energi di Tanah Air
Setelah dilakukan inventarisasi dan identifikasi, BMN berupa tanah wajib dilakukan sertifikasi sebagaimana amanat pasal 49 ayat 1 Undang-Undang nomor 1 Tahun 2004, yang menyatakan bahwa seluruh Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Pusat/Daerah harus disertifikatkan atas nama pemerintah Republik Indonesia/Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
Informasi lebih lanjut, hingga tahun 2021, BMN berupa tanah yang telah disertifikatkan sebanyak 64.050 bidang. Sementara itu, target sertifikasi tahun 2022 adalah 32.636 bidang yang terdiri dari tanah belum bersertifikat sebanyak 23.737 bidang dan penggantian nama atas tanah bersertifikat belum sesuai ketentuan (BBSK) sebanyak 8.899 bidang.