CEO dan Co-Founder Kopi Kenangan, Edward Tirtanata menceritakan masa mudanya saat masih duduk di sekolah menengah. Edward berujar bahwa ia gemar bermain game dan malas bersekolah.
Meski demikian, Edward tetap berhasil kuliah di Northeastern University, Amerika Serikat. Titik balik hidup Edward mulai ia rasakan saat di bangku kuliah pada tahun 2008-2009, tatkala orang tuanya menelepon dan mengatakan bahwa keadaan ekonomi sedang susah. Amerika krisis, investasi orang tuanya juga bangkrut.
Dari situlah Edward mulai rajin belajar dan bangun lebih pagi. Ia juga rajin berolahraga dengan pergi ke gym. Alhasil, dalam waktu 2tahun, ia lulus dengan magna cum laude dalam konsentrasi studi ganda. Berat badannya pun turun 15 kg sehingga ia tidak lagi bermain game.
Baca Juga: Perdana dalam Sejarah, Miliarder Ini Rela Rogoh Rp403 Triliun untuk Akuisisi Perusahaan Ini!
Pada tahun 2011, dalam YouTube bersama Gita Wirjawan di video bertajuk "CEO Kopi Kenangan: Indonesia Harus Bisa Ekspor Brand | Endgame ft Edward Tirtanata (Full Version)", Edward bercerita bahwa ia memulai bisnis batu bara bersama ayahnya.
Namun, sulit sekali dan kembali merugi. Titik itu menjadi titik tersulit kedua dalam hidup Edward.
"Waktu itu kita kalau ga salah sampe jual rumah, jual kantor juga, karena harus bayar hutang ke bank," kenang Edward.
Dari situlah Edward memilih untuk berbisnis barang konsumsi. Karena ia mengingat kata-kata Warren Buffett yang mengatakan: "Dalam bisnis komoditas, Anda hanya bisa menjual 1 dolar lebih mahal dari dari kompetitor terbodoh Anda."
Menurut Edward, bisnis barang konsumsi adalah bisnis yang bisa dikontrol harganya. Oleh karena itu, Edward memilih bisnis teh bernama Lewis & Carroll karena ia merasa produk dan cafe kopi sudah banyak di Indonesia. Namun, Edward akhirnya sadar bahwa ia salah strategi.
"Ini tuh kayaknya total [pasarnya] kekecilan." Karena, kalo misalnya Lewis & Carroll dibawa misalnya ke Depok atau misalnya ke Bekasi, itu susah banget. Kemungkinan besar tuh ga jalan, gitu," ujarnya.
Setelah itu, Kopi Kenangan pun lahir dengan konsep seperti Starbucks. Edward berujar bahwa Kopi Kenangan merupakan kopi dengan harga terjangkau. Karena ia melihat banyak potensi di market coffee tersebut.
"Kalau misalnya saya minum kopi setiap hari. Dulu itu kan, kayak misalnya kebanyakan brand jual di 40.000, 40.000 kali 30 hari adalah 1,2jt atau 30% dari upah minimum, gitu," ujar Edward lagi. Edward sendiri hobi minum kopi bahkan bisa sampai tiga gelas per hari.
"Makanya dari situ, saya merasa untuk memenuhi kebutuhan saya dan pecinta kopi di Indonesia, saya harus menyediakan pilihan kopi dengan harga terjangkau. Jadi begitulah saya memulai Kopi Kenangan."
Saat kuliah, Edward terbiasa membeli kopi di 7-Eleven karena menurutnya murah. Jika diminta untuk kembali ke masa lalu pun, Edward mengaku enggan karena berkat pengalaman di masa lalu ia bisa di posisi saat ini.
Meski Kopi Kenangan sudah sukses, namun menurut Edward masih belum karena tujuannya adalah menjadi brand global yang bisa dinikmati di seluruh dunia.
"Jadi makanya perjalanan kita tuh, kita selalu bilang di Kopi Kenangan, kita tuh belum sukses," ujar Edward.
Edward pun menyebut kehebatan Jeff Bezos, pendiri Amazon yang memulai dari toko buku tetapi bisa menjadi e-commerce yang semuanya ada hingga memiliki server, logistik, bahkan pesawat sendiri.
"Karena dia menggunakan modal finansial dengan tepat. Kita mengumpulkan modal dari VC, PE atau IPO itu kan agar bisnis kita tumbuh. Baik dalam bisnis yang kita jalani sekarang, atau bisnis lain. Jadi itu alokasi modal finansial yang baik," tandas Edward.
Edward sendiri dinilai Gita Wirjawan sebagai pengusaha yang mendisrupsi cara menjual kopi. Edward berujar bahwa ia memang langsung membeli mesin kopi yang mahal, tetapi tetap memasang harga yang murah karena ia bermain di volume penjualan. Edward juga akan memasang produk susu mahal yang mereka gunakan agar konsumen tahu bahwa Kopi Kenangan merupakan produk yang berkualitas, meskipun murah.
Edward pun berpesan kepada anak muda yang ingin memulai bisnis agar memulai dari yang kecil terlebih dahulu. Ia khawatir jika bisnis yang besar gagal, mereka malah lebih sulit untuk bangkit. Terlebih jika sudah memiliki tanggungan dan keluarga. Sebagai contoh perusahaan WhatsApp sebelum dibeli Facebook hanya memiliki 20 karyawan.
"Mereka mulai dengan kecil, tapi berpikir secara besar. Jadi pesan utamanya bukan lu harus gagal gede-gedean dulu, enggak. Cuma mulai secara kecil, siap untuk rugi. Tapi kalau pun rugi, rugi kecil dan harus cepat," pungkas Edward.
Edward mengakui bahwa saat ini startup sedang sangat booming. Namun, sumber daya manusia di bidang teknologi sangat terbatas di Indonesia, sehingga mereka mulai perang harga dari segi salary.
Lebih lanjut, Edward mengatakan bahwa saat ini Kopi Kenangan sudah memiliki lebih dari 3.000 karyawan untuk tiga ratusan outlet. Kopi Kenangan pun dibuat oleh Baperista di mana 99% mengenang dan 1% menyeduh. Dari segi teknologi juga akan sulit ditinggalkan orang-orang.
"Kalau orang sudah suka, sudah baper, susah move on," ujar Edward.
Kemudian, Edward berujar bahwa awalnya Kopi Kenangan berencana IPO pada tahun 2022, namun karena Covid-19 rencana tersebut ditunda hingga waktu yang tidak dapat ditentukan. Edward sangat ingin Kopi Kenangan menjadi brand global yang setara dengan Starbucks dan McDonalds.
"Semoga kita bisa membanggakan Indonesia dengan memberikan 'Oh kopi Indonesia itu enak ya ternyata.'" tukas Edward.
Edward menyayangkan fakta bahwa Indonesia dulu hebat dalam produksi kopi. Bahkan diminta untuk ngajarin negara-negara lain khususnya Vietnam tahun 1970-an hingga 1980-an.
"Kita ke sana untuk ngajarin mereka untuk menanam. Tapi nggak tahu gimana sekarang produksi kopi kita, produktivitas kopi kita itu jauh di bawah tempat-tempat yang dulu kita bisa memberikan ilmu," pungkasnya.
Terakhir, Edward mengatakan dalam 50 tahun kedepan, ia berharap Kopi Kenangan sudah ada di Amerika, UK dan sebagainya hingga memiliki 25.000-30.000 outlet yang full dimiliki sendiri, tak seperti Starbucks yang waralaba.
"Dan saya berharap di tahun 2045 revolusi digital juga makin maju. Saat saya pergi ke Beijing, semua orang order sudah nggak lihat menu. Scan QR, pesan, contactless," ujar Edward.