Pemerintahan China telah mendesak perusahaan China Evergrande Group untuk melakukan pembayaran obligasi luar negeri mereka. Pihak Beijing meminta sang pendiri miliarder Hui Ka Yan untuk menggunakan kekayaan pribadinya membantu memecahkan krisis utang perusahaan yang semakin dalam.
Pejabat dari Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional dan Administrasi Negara Valuta Asing mengatakan kepada pengembang tersebut pada pertemuan di Beijing bahwa mereka harus melakukan pembayaran tepat waktu jika memungkinkan. Setiap pengembang yang tidak dapat memenuhi kewajiban utangnya harus segera memberi tahu regulator.
Melansir Yahoo Finance di Jakarta, Jumat (29/10/21) Hui sendiri telah mengumpulkan dividen sebesar USD7 miliar (Rp99 triliun) dari perusahaannya selama 12 tahun terakhir. Rekannya bahkan sampai menjaminkan sebuah rumah di Hong Kong sebagai jaminan pinjaman.
Baca Juga: Beijing Gak Main-Main, Hui Ka Yan Diminta Pakai Kekayaan Pribadi untuk Bayar Utang Evergrande!
China telah menekan sektor real estat yang berutang sehingga menyulitkan pengembang untuk pembiayaan kembali karena mereka menghadapi penurunan harga rumah dan penjualan. Beberapa pengembang telah gagal bulan ini, meskipun Evergrande melakukan pembayaran kupon minggu lalu.
Saat ini Evergrande tengah memfokuskan diri untuk membayar utang. Para kreditur mereka juga bersiap merestrukturisasi utang yang mendapat peringkat terbesar yang pernah ada di China. Alhasil. Obligasi Evergrande naik tipis dan sahamnya sedikit berubah.
Penasihat yang mewakili Evergrande dan sekelompok pemegang obligasi luar negeri telah mengambil langkah pertama untuk negosiasi karena pengembang yang diperangi menghadapi krisis uang, menurut orang-orang yang mengetahui masalah tersebut.
Penasihat perusahaan Houlihan Lokey Inc. dan Admiralty Harbour Capital bersama dengan penasihat pemegang obligasi lepas pantai Moelis & Co. dan Kirkland & Ellis, menandatangani perjanjian kerahasiaan sebagai persiapan untuk pembicaraan potensial.
Penasihat kelompok pemegang obligasi ad hoc berusaha untuk bertukar informasi dengan perusahaan, termasuk status berbagai proyek, likuiditas dan penilaian aset, setelah upaya penjangkauan sebelumnya ditolak.