Sabtu, 23 November 2024 Portal Berita Entrepreneur

Pernah Jadi Orang Terkaya di Asia, Bos Evergrande Kini Harus Hadapi Utang Rp4.362 Triliun

Foto Berita Pernah Jadi Orang Terkaya di Asia, Bos Evergrande Kini Harus Hadapi Utang Rp4.362 Triliun
WE Entrepreneur, Jakarta -

Pendiri China Evergrande Group, Hui Ka Yan kini diambang kebangkrutan. Padahal, ia pernah mengumpulkan kekayaan sebesar USD42,5 miliar (Rp607 triliun) sebagai orang terkaya di China, bahkan di Asia.

Tetapi kini 73% dari kekayaan besar itu telah menguap, dan taipan itu hampir pasti akan kehilangan lebih banyak lagi karena para kreditur, pemasok, dan pembeli rumah yang cemas mengepung kantor Evergrande.

Dilansir dari Forbes di Jakarta, Rabu (29/9/21) pengembang real estat ini secara mengejutkan telah berutang lebih dari USD305 miliar (Rp4.362 triliun), padahal kas dan setara kas mereka hanya USD13,4 miliar (Rp191 triliun) sehingga membuat banyak orang bertanya-tanya bagaimana perusahaan mana pun dapat mengambil utang dalam jumlah besar.

Baca Juga: Pendiri Evergrande, Hui Ka Yan Bakal Tetap Jadi Miliuner Meski Perusahaannya Bangkrut karena Utang

Dan ternyata, Evergrande tidak hanya meminjam dari bank, atau perusahaan perwalian dan pemegang obligasi, mereka juga meminjam dari karyawan dan masyarakat luas.

Perusahaan ini memiliki utang off-balance sheet sebanyak USD6,2 miliar (Rp88 triliun), menurut perkiraan dari jurnal keuangan lokal Caixin, yang mencakup produk manajemen kekayaan yang dijual kepada investor ritel.

Salah satunya adalah Liz, seorang karyawan berusia 35 tahun dari cabang pemerintah daerah di provinsi Jiangsu timur. Uangnya diminta oleh perusahaan.

“Evergrande adalah perusahaan Fortune Global 500, kan?” katanya, mengacu pada publikasi peringkat perusahaan terbesar dunia. “Dan saya punya teman yang bekerja di Evergrande dan menginvestasikan 500.000 yuan (Rp1,1 miliar) dari uangnya sendiri. Dia mengatakan kepada saya bahwa ini tidak akan menimbulkan masalah.”

Liz mengatakan bahwa dia telah membeli produk manajemen kekayaan Evergrande senilai 350.000 yuan (Rp774 juta) selama setahun terakhir lantaran menjanjikan pengembalian tahunan sebesar 7,5%, menurut screenshot yang dia berikan.

Potensi keruntuhan Evergrande pun bergema di seluruh pasar keuangan global. Investor tidak hanya keluar dari Evergrande tetapi juga membuang saham terkait properti di Hong Kong karena mereka khawatir tentang penularan, terutama untuk ekonomi yang bergantung pada real estat setidaknya seperempat dari PDB.

Profesor keuangan di Chinese University of Hong Kong, Joseph Fan pun mempertanyakan.

"Apakah Hui, yang kekayaannya saat ini sebesar USD11,5 miliar sebagian besar didapat pada dividen USD8 miliar yang ia terima dari Evergrande sejak IPO pada tahun 2009, akan dianggap bersalah secara pribadi atas kerugian besar yang terjadi kemungkinan akan bergantung pada kinerjanya dalam membersihkan kekacauan?"

Hingga kini, masih belum dapat diketahui. Bahkan, Evergrande belum membuat pengumuman publik apakah akan membayar bunga obligasi USD83,5 juta dolar yang jatuh tempo minggu lalu, sehingga mengirim lebih banyak kegelisahan di pasar.

Kreditur asing bersiap untuk pemotongan, yang diperkirakan analis Nomura Iris Chen akan sebanyak 75%. Evergrande memiliki masa tenggang 30 hari sebelum secara resmi default pada obligasi dolar.

Namun sebelum itu, Hui harus menjawa 1,5 juta pembeli rumahnya terlebih dahulu. Orang-orang itu telah menyerahkan deposito atau pembayaran penuh untuk rumah yang masih dalam pembangunan di seluruh China.

Pembeli yang tidak puas di Guangzhou telah mengorganisir protes untuk menuntut Evergrande memulai kembali pembangunan proyek di sana yang dihentikan pada Mei.

Pejabat China seharusnya melindungi kepentingan warga biasa. Pasalnya, mereka telah bersumpah untuk mengurangi ketidaksetaraan pendapatan masyarakat dan mencapai kemakmuran bersama. Sebuah bailout langsung dari Evergrande akan bertentangan dengan tujuan Presiden Xi Jinping untuk memperketat pendanaan dan mendisiplinkan sektor real estat.

Tag: Hui Ka Yan, China Evergrande Group

Penulis/Editor: Fajria Anindya Utami

Foto: Twitter/QuickTake