Miliarder terbaru China menghasilkan kekayaannya dari berjualan bir dingin. Ia adalah Xu Bingzhong, CEO dan Ketua Helens International Holdings, rantai bar terbesar di China. Perusahaannya baru saja melakukan Penawaran Umum Perdana (IPO) di Bursa Efek Hong Kong pada hari Jumat lalu.
Saham perusahaan melonjak hampir 23 persen pada hari perdagangan pertamanya, membuat 861 juta saham Xu di perusahaan tersebut bernilai USD2,7 miliar (Rp38,5 triliun).
Dilansir dari New York Post di Jakarta, Senin (13/9/21) Xu meluncurkan bar "Helen's" pertama pada tahun 2009, menurut prospektus perusahaan berbahasa Mandarin.
Baca Juga: Apakah China akan Lebih Hati-hati atau Justru Agresif di Afghanistan? Pakar Bicara Kemungkinannya
Perusahaan senilai USD3,9 miliar (Rp55,6 triliun) yang berbasis di Shenzhen ini telah berkembang menjadi 528 bar yang dioperasikan secara langsung di seluruh China.
Perusahaan juga telah melihat pertumbuhan yang cepat karena berhasil membuka 161 lokasi baru sejak akhir Maret, menurut data perusahaan.
Helens menjual beberapa birnya sendiri, minuman buah dan anggur, serta produk yang diproduksi oleh perusahaan lain. Helens menyebut dirinya sebagai "platform sosial offline untuk kaum muda" dan menampilkan tema di barnya sebagai gaya etnis Asia Tenggara dan China.
Beberapa lokasi perusahaan di daerah-daerah seperti distrik WuDaoKou Beijing terkenal menjadi tuan rumah malam gaduh yang menarik mahasiswa asing dan milenial China.
Pada tahun 2020, perusahaan menghasilkan laba USD11 juta (Rp157 miliar) dari pendapatan sebesar USD127 juta (Rp1,8 triliun), naik 37 persen dari 2019 ketika menghasilkan penjualan USD87,7 juta (Rp1,2 triliun).
Penjualan 2020 naik mengejutkan 151 persen dari 2018, ketika menghasilkan pendapatan USD17,8 juta (Rp254 miliar), menurut prospektusnya.
Dalam tiga bulan pertama tahun 2021, laba Helen berubah menjadi kerugian USD10,1 juta (Rp144 miliar) dengan pendapatan USD57,1 juta (Rp815 miliar).
Mayoritas bar Helens berada di kota-kota tingkat kedua dan ketiga di China. Perusahaan memiliki 296 dan 165 bar di kota-kota lapis kedua dan ketiga, yang merupakan 87,4 persen dari batangan mereka.
Meski sempat menutup 161 bar karena China bergulat dengan kebangkitan kasus COVID-19, tetapi perusahaan mengklaim bahwa itu tidak akan memiliki efek kerugian material pada bisnis.