Baru berusia 30 tahun, Nick Molnar sudah menjadi miliarder termuda di negaranya, Australia berkat pembayaran digitalnya yang sangat cocok bagi generasi milenial. Perusahaannya pun mengubah kebiasaan belanja para milenial. Meski krisis sempat menerjang bisnisnya, tetapi kini harga saham perusahaannya, Afterpay justru membawa Molnar menjadi miliarder.
"Sangat sulit untuk mencerna apa yang sedang terjadi, karena begitu banyak hal yang terjadi begitu cepat," ujar Molnar dilansir dari CNBC International di Jakarta, Selasa (15/12/2020).
Baca Juga: Ciliandra Fangiono Jadi Miliarder Termuda di Indonesia, Jangan Kaget Lihat Hartanya!
Molnar adalah pendiri sekaligus co-CEO Afterpay, platform pembayaran digital dengan tagline "beli sekarang, bayar nanti". Afterpay menjadi pembayaran digital yang memberikan kesempatan kepada pengguna untuk mengatur biaya pembelian mereka. Platform ini bahkan tak memberikan bunga ke dalam cicilannya.
Tahun ini, perusahaan teknologi yang telah berdiri sejak enam tahun lalu itu menjadi salah satu saham terpanas di Australia. Harga sahamnya melonjak hingga 1.300 persen. Selain itu, Afterpay juga berhasil mendapatkan 11,2 juta pengguna berkat pandemi memicu kebiasaan belanja baru.
Molnar meluncurkan ide bisnis ini bersama tetangganya, Anthoni Eisen, seorang petugas investasi yang 18 tahun lebih tua dari dirinya. Pria lulusan University of Sydney ini menyadari ada perubahan pola belanja dari kaum-kaum muda.
Menurutnya, kaum muda semakin skeptis terhadap produk keuangan tradisional seperti kartu kredit hingga berujung pada membengkaknya utang.
Oleh karena itu Molnar dan Eisen pun memutuskan untuk membentuk cara pembayaran alternatif yang lebih ramah kepada cara pembayaran milenial. Dengan metode "beli sekarang dan bayar nanti" pembeli dapat membagi biaya pembelian hingga 1500 dollar Australia.
Cicilan tersebut dapat dibagi dalam empat cicilan, sementara pengecer akan membayar komisi kecil sekitar 4 persen hingga 6 persen. Namun, pertumbuhan Afterpay yang cepat ini malah menuai kritikan. Banyak yang berpendapat perusahaan Molnar malah mendorong rakyat lebih konsumtif.
Meski demikian, perusahaan hingga kini masih belum mendapatkan keuntungan. Namun, pendapatan perusahaan tahun ini telah berlipat ganda menjadi USD382 juta dan kerugian mencapai setengahnya menjadi USD16,8 juta.
Molnar mengaku ingin mendorong perusahaannya tumbuh secara global dengan target ekspansi ke Amerika Serikat (AS), Inggris dan Eropa.
"Berbeda daerah, fase pertumbuhannya pun juga berbeda-beda. Di Australia sendiri satu dari tiga milenial menggunakan layanan kami setiap bulan, di Amerika kami memproses lebih dari USD 4 miliar dalam 12 bulan terkahir, tetapi ini adalah tahun kedua penuh kami dan kami benar-benar baru memulai," tandasnya.