Robert Budi Hartono masih menempati ranking satu dalam daftar orang terkaya Indonesia tahun 2020 versi Forbes. Berdasarkan Forbes Real Time Net Worth, harta kekayaannya hari ini mencapai USD17,4 miliar (Rp252 triliun).
Nama Robert Budi Hartono menjadi besar lantaran perusahaannya yang tak kalah besar. Perusahaan itu adalah Djarum Group yang menjadi perusahaan konglomerat di Indonesia.
Baca Juga: Kisah Orang Terkaya: Carl Icahn, Miliarder Sang Perampok Perusahaan
Pria kelahiran Semarang, 28 April 1940 ini merupakan anak kedua dari pendiri awal Djarum yaitu Oei Wie Gwan. Robert merupakan keturunan Tionghoa-Indonesia yang memiliki nama Toinghoa, Oei Hwie Tjhong.
Bersama kakaknya, Michael Bambang Hartono alias Oei Hwie Siang, mereka menjadikan Djarum Group hingga sebesar sekarang dan membawanya menjadi orang terkaya di Tanah Air.
Dulu, Djarum hanya sebuah bisnis rokok kretek lokal yang pabriknya pernah mengalami kebakaran hebat hingga semua asetnya habis dan bisnisnya berada diujung jurang. Musibah itu terjadi pada tahun 1963. Di tahun itu pula lah, Oei Wie Gwan, ayah Hartono meninggal.
Hartono pun memikul beban tanggungjawab atas keselamatan bisnis ini. Bersama kakaknya, Michael Bambang Hartono, mereka bahu membahu membuat perusahaan yang tadinya hampir 'mati' bangkit kembali.
Hartono bersaudara ini pun kemudian memulai semua dari awal. Saat itu, usia Budi Hartono baru 23 tahun sementara kakaknya 24 tahun.
Hartono mulai membuat Djarum dengan produksi rokok yang alat-alatnya mulai modern. Sementara pada masa ayahnya dulu, pembuatan rokok kretek dengan dilinting secara manual, di masa Hartono mereka pun membeli mesin-mesin canggih.
Salah satu rokok andalan buatan Djarum pada saat itu hingga kini adalah rokok Djarum Filter. Perbedaannya hanyalah Djarum Filter ini menggunakan filter di ujung rokok dan dibuat dengan mesin.
Rokok Filter dengan cita rasa kretek tradisional mulai dikenalkan tahun 1981 dan segera laris di pasaran. Pada tahun 1972, Hartono juga berhasil melakukan ekspor rokok ke Amerika Serikat (AS).
Setelah Djarum dengan rokok kreteknya semakin melejit di pasaran, Hartono pun tak berpuas diri. Ia pun melebarkan sayap ke jagat perbankan dengan membeli saham Bank Central Asia.
Hartono telah melakukan diversifikasi bisnis dengan tujuan untuk memecah bisnisnya dalam beberapa jenis usaha agar tidak mudah bangkrut saat ada guncangan ekonomi.
Selain itu, mereka juga memiliki perkebunan kelapa sawit seluas 65.000 hektare di Kalimantan Barat sejak tahun 2008, serta sejumlah properti di Indonesia. Di antaranya adalah Grand Indonesia, beberapa hotel seperti Bali Padma Hotel, Hotel Malya Bandung, dan Sekar Alliance Hotel. Keluarga Hartono juga membangun Pulogadung Trade Centre dan WTC Mangga Dua, Jakarta.
Mereka juga memiliki perusahaan elektronik. Salah satu bisnis Group Djarum di sektor ini bergerak di bawah bendera Polytron yang telah beroperasi lebih dari 30 tahun. Di bawah payung Djarum dan Polytron ini pula tengah melejit Mola TV, saluran sekaligus layanan multiplatform televisi kabel.
Lalu, mereka juga membuat Ventures Global Digital Prima, Global Digital Niaga (Blibli.com), dan membeli Kaskus, situs populer di Indonesia.
Tak hanya fokus pada bisnis, Hartono juga memiliki hobi dalam olahraga bulu tangkis. Ia kerap memberi beasiswa bagi anak-anak yang berprestasi dalam bidang bulu tangkis. Lalu, ia pun mendirikan PB Djarum pada tahun 1969.
Hartono juga membuat sebuah gedung pelatihan bulu tangkis yang sangat megah di Kudus dan rutin menggelar acara bulu tangkis Djarum Badminton - Indonesia Open.