Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda. Keyakinan ini dipegang teguh oleh Ubeidillah, pria paruh baya yang tinggal di perkampungan Desa Maruyung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Berbekal kemampuan mengolah ikan lele menjadi abon, Abah Ubed, begitu dia disapa, selalu berusaha mencari komposisi yang pas untuk produknya tersebut sejak 2009 silam.
"Tidak laku-laku, bikin 10 kg tidak laku. Kita bagikan ke majelis taklim dibilang keasinan, bikin lagi kemanisan. Saya catat sampai ratusan kali," kata Abah Ubed di Kabupaten Bandung, Minggu (25/10). Baca Juga: Perum Perindo dan Pertamina Dukung Sektor Perikanan di Lampung
Peruntungan Abah Ubed berubah sejak dia mengikuti pelatihan pengolahan krakers abon ikan dari Balai Besar Pengujian Penerapan Produk Kelautan dan Perikanan (BBP3KP) pada 2019. Hasil pelatihan tersebut pun dia terapkan dengan memproduksi krakers berbahan dasar ikan lele.
"Abon curah saya melimpah banyak, pemasarannya kurang. Dikasih jalan pelatihan dan didampingi. Tadinya sempat mikir, laku tidak ya, dan kita coba saja," kenangnya,
Perlahan, krakers abon bikinan Abah Ubed pun sering tampil di sejumlah pameran dan bazar produk usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM). Hingga suatu ketika, produk tersebut sampai ke tangan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. Tak hanya itu, keunikan produk Abah Ubed, juga berhasil menggugah Pemerintah Kabupaten Bandung untuk mengangkat krakers abon ikan lele sebagai salah satu makanan ikonik dari Kabupaten Bandung.
"Lebih bangga lagi waktu Pak Menteri ke Soreang nyicipi. Bisa jadi ikon Bandung setelah dicicipi bupati, ternyata cocok dengan lidah beliau," urai Abah Ubed. Baca Juga: Tingkatkan Kesejahteraan, KKP Dorong Nelayan Biak Gabung ke Koperasi
Usaha Abah Ubed pun semakin berkembang, bahkan di tengah pandemi Covid-19, omset usahanya mencapai lebih dari Rp100 juta per bulan. Terlebih dia dikenal sebagai sosok yang menjaga kualitas produknya seperti tidak sembarang menerima bahan baku ikan lele dari pembudidaya yang belum mengantongi sertifikat cara budidaya ikan yang baik (CBIB).
Tak hanya itu, dia juga mengadopsi konsep zero waste lantaran menghasilkan varian produk olahan lain seperti krupuk tulang ikan lele serta kripik kulit lele. Tadinya produksi 1.000 bungkus krakers sebulan, sekarang bisa 6.000-10.000 bisa. Pas Covid-19 penjualan malah naik.
“Jadi jangan kecil hati, saya (rumah) jauh dari jalan raya, tapi yang makan (krakers abon) sampai luar daerah. Ada dari Kalimantan, Bengkulu, Lampung," urainya.
Dirjen PDSPKP, Artati Widiarti menilai inovasi BBP3KP dan kegigihan Abah Ubed dalam merintis usaha bisa menjadi inspirasi, terutama generasi milenial. Dia pun menyebut peluang usaha pengolahan ikan masih sangat terbuka luas, apalagi jika dipadukan dengan semangat inovatif.
"Ikan lele diolah dalam bentuk krakers abon adalah inovasi dan bisa menjadi cara baru untuk mengenalkan ikan kepada anak-anak," kata Artati.
Kepala BBP3KP, Widya Rusyanto pun memastikan, KKP menyediakan sejumlah fasilitas di sektor kelautan dan perikanan. Dari aspek inovasi pengembangan produk dan alat pengolahan misalnya BBP3KP memiliki banyak inovasi yang siap diterapkan ke pelaku usaha.
Sedangkan dari aspek permodalan misalnya, pemerintah menyediakan dana kredit usaha rakyat yang bisa diakses melalui https://bit.ly/aksesmodal_KKP dan dana Badan Layanan Umum (BLU) Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP).
Sementara dari sisi pemasaran, KKP memiliki program Pasarlaut indonesia.id sebagai bagian dari program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia. Disini, KKP menjaring UMKM menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu UMKM Binaan, UMKM Bagus dan UMKM Unggulan untuk memudahkan dalam pembinaan dan pendampingan UMKM selanjutnya.
"Ini semua menjadi bagian dari upaya kami untuk mengajak para stakeholder untuk bersama-sama membesarkan sektor kelautan dan perikanan," tandas Artati.