Miliarder AS, Charles Feeney atau yang dikenal sebagai Chuck Feeney merupakan pendiri dari pengecer bandara Duty Free Shoppers pada tahun 1960 ingin merasakan bangkrut. Sebagai seorang filantropi sejati, selama bertahun-tahun, Feeney memiliki satu tujuan di benaknya, yakni memberikan kekayaannya yang sangat besar dan menjalani sisa hidupnya dengan bangkrut.
Dilansir dari Forbes di Jakarta, Senin (21/9/2020) kini, keinginan pria 89 tahun itu telah terpenuhi. Menurut Steven Bertoni dari Forbes, selama empat dekade terakhir Feeney telah menyumbangkan lebih dari USD8 miliar (Rp117 triliun) untuk amal, universitas, dan yayasan di seluruh dunia melalui yayasannya, Atlantic Philanthropies.
Baca Juga: Raja Judi hingga Bos Marvel, Ini 5 Miliarder Pendukung Donald Trump!
Dia juga memberikan USD3,7 miliar (Rp54 triliun) untuk pendidikan dan lebih dari USD870 juta (Rp12,7 triliun) untuk hak asasi manusia dan kampanye perubahan sosial.
Dalam artikel Forbes tahun 2012 berjudul The Billionaire Who Is Trying To Go Broke Feeney mengatakan membantu orang lain membuatnya bahagia. Kini, Forbes mengeluarkan artikel terbaru pada 15 September 2020 dengan judul The Billionaire Who Wanted To Die Broke . . . Is Now Officially Broke.
Sebagai seorang dermawan, dia memelopori ide Giving While Living. Feeney telah menghabiskan sebagian besar kekayaannya untuk amal yang besar alih-alih mendanai yayasan setelah kematian.
"Karena Anda tidak dapat membawanya, mengapa tidak memberikan semuanya, kendalikan ke mana perginya dan lihat hasilnya dengan mata kepala sendiri?" ujarnya kepada Forbes baru-baru ini.
Feeney merasa sangat senang berbagi. Ia juga menyarankan orang-orang untuk mencoba berbagi sepertinya.
"Kami belajar banyak. Kami akan melakukan beberapa hal secara berbeda, tetapi saya sangat puas. Saya merasa sangat senang menyelesaikan ini dengan cara saya sendiri,"kata Feeney kepada Forbes.
Lebih lanjut, Feeney pun berterima kasih kepada semua pihak yang berada dalam perjalanannya selama ini.
"Terima kasih saya untuk semua yang telah bergabung dengan kami dalam perjalanan ini. Dan bagi mereka yang bertanya-tanya tentang Giving While Living: Cobalah, Anda akan menyukainya." ujarnya lagi.
Feeney memang suka berbagai. Salah satu cara ia mendapatkan kesenangan adalah dengan berbagi.
"Orang-orang biasa bertanya kepada saya bagaimana saya mendapatkan kesenangan saya, dan saya rasa saya senang ketika apa yang saya lakukan adalah membantu orang dan tidak bahagia ketika apa yang saya lakukan tidak membantu orang," kata Feeney yang pada saat itu mengatakan hanya menyimpan USD2 juta (Rp29 miliar) untuk dirinya sendiri.
Dalam sebuah video yang diunggah situs web Atlantic Philanthropies, Feeney mengatakan dia merasa wajib untuk menggunakan kekayaannya demi kebaikan orang lain.
"Saya melihat sedikit alasan untuk menunda membantu orang lain ketika ada begitu banyak kebaikan yang dapat dicapai ketika kita saling support satu sama lain," katanya.
Dengan menyumbangkan sebagian besar kekayaannya, Feeney pun menutup yayasan yang didirikan secara resmi minggu ini.
Salah satu hadiah terakhir Feeney, dia memberikan USD350 juta (Rp5,1 triliun) untuk membangun kampus teknologi di Pulau Roosevelt Kota New York. Meskipun terkenal hemat dalam menjalani hidupnya sendiri, Feeney siap menghabiskan banyak uang dan bangkrut demi kebaikan orang lain.