Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto menilai pernyataan Staf Khusus Kemenkop-UKM Agus Santosa soal praktik koperasi yang mengarah ke shadow banking dengan hanya memperbolehkan koperasi mengembangkan produk simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela, adalah keliru besar.
"Agus Santosa gagal paham membedakan apa itu shadow banking (bank bayangan) dan pseudo co-operative (koperasi palsu). Agus Santosa telah mendiskriditkan koperasi dengan memberikan ancaman serius soal sanksi pindana sebagaimana diatur dalam pasal 46 UU Perbankkan," ujar Suroto di Jakarta, Selasa (9/6/2020).
Menurutnya, kesalahan fatal Agus Santosa sebagai pejabat otoritas kebijakan koperasi sangat merugikan koperasi dan bisa menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap koperasi.
Baca Juga: Bangkitkan Ekonomi di Tengah Covid-19, Kemenkop UKM Dukung Pembentukan Koperasi Alumni Unpad
Praktiknya di lapangan, koperasi bukan hanya mengembangkan produk simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela, tapi juga punya produk tabungan, deposito, dan lain sebagainya.
Sementara pernyataan Sekretaris Kemenkop-UKM, Prof Rully Indrawan yang mengatakan bahwa pernyataan Agus Santosa adalah hanya peringatan biasa, jelas menyesatkan.
"Menurut kami, pernyataan Agus Santosa salah karena menurut UU No. 25 Tahun 1992 tidak mengatur pelarangan bagi koperasi untuk mengembangkan produknya," pungkasnya.
Justru, kata Suroto, seharusnya Agus Santosa sebagai pejabat publik mengimbau agar koperasi inovatif dalam mengembangkan produknya sehingga tidak kalah dengan perbankan dalam penetrasi pasar.
"Agus Santosa juga fatal, dia tidak membaca UU Perbankan secara lengkap bahwa Pasal 21 poin b salah satu bentuk badan hukum bank itu dapat saja berbentuk koperasi," tegasnya.
Dia juga tidak membaca secara lengkap tentang fungsi delegasi dari UU Perbankkan yang mengatur perihal bank badan hukum koperasi itu diatur sepenuhnya melalui UU Perkoperasian.
Suroto mengungkapkan, sebagai pejabat Kemenkop-UKM, seharusnya dia memikirkan secara serius mengenai bagaimana koperasi dapat menjadi bank atau setidaknya memiliki bank. Bukan justru melemparkannya menjàdi usaha kerdil dan terlempar dari lintas bisnis modern.
Menurutnya, koperasi di luar negeri, regulasi perbankan dan bank sentralnya merekognisi bank koperasi sehingga pintu likuiditasnya terbuka ke bank sentral tanpa harus merusak prinsip koperasi yang dimiliki oleh anggotanya. Seperti Koperasi Bank Populaire di Perancis dan Koperasi Bank Desjardin, Canada yang justru jadi Bank of The Year di dua negara tersebut.
"Paling fatal, Agus Santosa sebagai pejabat publik juga tidak paham spirit UU Perkoperasian yang kalau dibaca rohnya secara keseluruhan perintahnya adalah untuk memberdayakan masyarakat melalui koperasi. Bukan menekan perkembangan koperasi," tambahnya.
Akhir-akhir ini Suroto menilai kebijakan Kemenkop-UKM telah menjauh dari upaya pemberdayaan koperasi, padahal membangun perusahaan koperasi justru harus didorong untuk banyak diberikan insentif kebijakan agar mampu menjadi counterviling masifnya perbankkan kapitalis yang sudah menekan potensi pasar koperasi di sektor keuangan mikro.
"Jadi, menurut kami sebaiknya Saudara Agus Santosa dan Kemenkop-UKM meminta maaf kepada gerakan koperasi yang sudah bersusah payah membangun masyarakat dan jadikan sebagai infrastruktur sosial penting bagi pembangunan," tutur Suroto.