Saat awal pandemi COVID-19, dunia tertuju pada Bernard Arnault, orang terkaya di Eropa. Untuk saat yang singkat selama beberapa bulan sebelumnya, taipan barang mewah itu sempat mengungguli Jeff Bezos sebagai orang terkaya di dunia dengan perkiraan kekayaan bersih lebih dari USD100 miliar (Rp1.488 triliun).
Dilansir dari The CEO Magazine di Jakarta, Jum'at (14/8/2020) namun pada bulan Mei, angka tersebut anjlok hingga USD30 miliar (Rp446 triliun) setelah saham di perusahaannya, LVMH Moët Hennessy - Louis Vuitton SE, anjlok 19 persen.
Baca Juga: Kisah Orang Terkaya: Bernard Arnault, Si Pemilik Louis Vuitton
Sebagian besar hal itu disebabkan karena orang tidak lagi berbelanja tas Fendi atau jam tangan Bulgari di tengah kemerosotan ekonomi global. Publikasi bisnis menyindir Arnault telah kehilangan uang sebanyak yang diperoleh Bezos sejak awal krisis.
Namun, tidak ada yang bisa menghentikan Arnault untuk mengembangkan bisnis barang mewahnya. Pria 71 tahun ini telah mengawasi kerajaan mewah dengan lebih dari 70 merek yang dibagi menjadi enam sektor; wine, parfum, dan barang kulit yang paling didambakan di dunia.
Dia sering disebut sebagai 'serigala kasmir' karena dorongan kejamnya untuk tumbuh dan merangkul risiko besar. Saat pesaing LVMH berhati-hati, Arnault mendorong bisnisnya ke masa depan dengan investasi besar dan berani.
"Saya tidak begitu tertarik dengan angka-angka untuk enam bulan ke depan, yang saya minati adalah merek saya akan sama bertahan dalam 10 tahun seperti sekarang ini," ujar Bernard Arnault.
Bahkan hingga hari ini, ia sedang menyusun rencana ekspansi agresif yang akan melakukan pembukaan kembali toko serba ada Samaritaine di Paris sebagai pusat perbelanjaan bebas bea. Tak hanya itu, ia juga gencar membangun hotel mewah, Cheval Blanc di Los Angeles 'Rodeo Drive.
Ia bahkan berkomitmen untuk menyelesaikan akuisisi Tiffany & Co. sebesar USD 16 miliar (Rp238 triliun) LVMH tahun ini.
Givenchy, salah satu dari lusinan merek bergengsi di bawah payung LVMH, telah merekrut perancang baru dan merencanakan perombakan estetika untuk bersiap menghadapi peragaan busana bulan September yang potensial, hal itu tidak menyurutkan niat Arnaullt meski kebijakan jarak sosial menghalangi kehadiran penonton langsung .