Pengusaha dan pemilik Dallas Mavericks, Mark Cuban menjadi miliarder ketika ia dan rekan-rekannya menjual Broadcast.com ke Yahoo seharga USD5,7 miliar (Rp83 triliun saat ini) pada tahun 1999 saat ia berusia 40 tahun.
Saat ini, pria 61 tahun itu berharta sekitar USD4,3 miliar (Rp62,7 triliun). Namun, dalam pengalamannya banyak orang yang salah paham mengenai status miliarder dan memiliki banyak uang.
Baca Juga: Bukan Rolex, Ini Jam Tangan Para Miliarder Teknologi Dunia!
Dilansir dari CNBC Make It di Jakarta, Senin (27/7/2020) kesalahpahaman terbesar tentang menjadi super kaya adalah bahwa uang secara otomatis mengubah hidup seseorang secara besar-besaran.
"Semua orang berpikir bahwa uang mengubah Anda. Dan itu bisa, dalam banyak hal, tetapi tidak begitu." ujar Cuban.
Sebelum Cuban menjadi kaya raya, ia mengalami bagaimana rasanya benar-benar bangkrut di awal usia 20-an. Dia tidak punya cukup uang untuk membuka rekening bank dan bahkan berbagi apartemen tiga kamar tidur seharga USD600 (Rp8 juta) sebulan dengan lima orang lelaki lainnya. Ia pun tidur di lantai atau sofa. Tapi dia tetap senang saat itu.
“Bahkan ketika saya tidur di lantai, saya bersenang-senang, bergaul dengan teman-teman saya. Dan orang-orang itu masih teman saya yang sama sampai sekarang."
Tentu saja, menghasilkan banyak uang pasti akan mengubah beberapa hal, kata Cuban. Uang telah memberinya lebih banyak ketenangan pikiran dan fleksibilitas, misalnya.
"Aku beruntung karena aku tidak perlu stres tentang tagihan, aku tidak perlu khawatir jika mereka akan mematikan listrik lagi dan hal-hal seperti itu, yang harus aku khawatirkan di masa lalu," dia berkata. "Saya tidak perlu khawatir tentang uang dan saya dapat mengatur jadwal saya sendiri."
Plus, dia mampu meningkatkan gaya hidupnya. Hal-hal pertama yang ia beli setelah menjadi miliarder adalah pesta dadakan ke Las Vegas, liburan di pulau dan rumah besar.
"Tapi itu [memiliki banyak uang] tidak harus banyak mengubahmu, dan aku pikir itu adalah kesalahpahaman terbesar."
Bahkan hingga hari ini, Cuban masih sering tak percaya betapa ia bisa hidup nyaman di rumah mewahnya. Namun, ia tak ingin harta malah merusak hidupnya ataupun anak-anaknya.
"Ya Tuhan. Bagaimana ini bisa terjadi? Bagaimana ini mungkin? Saya hanya mencoba untuk menghargainya dan tidak menerima begitu saja dan tidak membiarkannya merusak saya atau anak-anak saya. ”