Di tahun 2020 ini, akibat pandemi virus corona (COVID-19) jumlah miliarder di Negeri Paman Sam, Amerika Serikat (AS) menukik tajam akibat krisis finansial dan ekonomi. Kekayaan para miliarder di sana pun tergerus perlahan akibat lockdown yang dilakukan.
Padahal, pada akhir 2019 lalu, tercatat ada sekitar 11 juta miliarder di AS yang merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah. Menurut sebuah studi baru yang dikeluarkan perusahaan riset Spectrem Group, hal tersebut merupakan buah hasil dari ekspansi ekonomi selama 11 tahun, pemotongan pajak hingga pengenaan suku bunga yang sangat rendah.
Baca Juga: Tercekik Corona, Maskapai Miliarder Dunia Ini Masih Berjuang Cari Utang
Berdasarkan laman CNBC yang dilansir Selasa (28/4/2020) jumlah orang terkaya itu kini terpangkas setidaknya 500 ribu. Golongan sejahtera tersebut kini terkena imbas kejatuhan pasar saham lantaran mereka punya lebih banyak saham dibanding seluruh pemain lain.
Sebanyak 1 persen pelaku teratas memiliki sekitar 53,5 persen saham dan reksa dana, berdasarkan data Federal Reserve. Kerugian tersebut mempengaruhi orang kaya di semua tingkatan, mulai dari yang memiliki aset lebih dari USD 1 juta hingga di atas USD 25 juta.
Selain itu, pandemi rupanya juga sangat mempengaruhi nilai aset miliarder dunia. Menurut Bloomberg Billionaire Index, 500 orang terkaya di dunia telah kehilangan hampir USD 1,3 triliun sejak awal tahun. Itu mendekati penurunan 21,6 persen dari kekayaan bersih kolektif mereka.
Pada pertengahan Maret lalu, Goldman Sachs memperkirakan ada sekitar 2,25 juta warga Amerika yang kehilangan pekerjaan akibat Covid-19. Angka tersebut diyakini akan melampaui rekor pemutusan hubungan kerja (PHK) terbanyak di negara tersebut, yakni 695 ribu kasus pada 1982.
Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat juga melaporkan, jumlah warga yang mengajukan permohonan untuk tunjangan pengangguran ikut melonjak. Angka tersebut diperkirakan bakal terus meroket selama kegiatan ekonomi terhenti akibat virus corona dan AS menjadi negara dengan kasus tertinggi di dunia.