Rabu, 24 April 2024 Portal Berita Entrepreneur

Kisah Haru Anak Jalanan Kini Sukses Jadi CEO, Dulu Hanya Memungut Sisa Makanan Saking Tak Punya Uang

Foto Berita Kisah Haru Anak Jalanan Kini Sukses Jadi CEO, Dulu Hanya Memungut Sisa Makanan Saking Tak Punya Uang
WE Entrepreneur, Jakarta -

Sebuah kisah haru nan menyentuh hati dari CEO Clorismen, Andika Ramadhan membuat siapapun pasti berkaca-kaca. Pasalnya, Andika dahulu hanya anak jalanan. Clorismen sendiri merupakan bisnis yang menjual produk skincare untuk pria. Tak ada yang menyangka dahulu, Andika hanyalah anak jalanan yang bersekolah di Sekolah Master, Depok tetapi kini mampu meraup omzet miliaran rupiah.

Di tengah keterpurukannya, Andika masih semangat belajar. Pada tahun 2009 itulah Andika bersekolah di Sekolah Master Depok. Sembari sekolah, Andika meluangkan waktu untuk berjualan. Mulai dari jualan roti, peyek, kue basah hingga kacang.

Baca Juga: Haru Biru Kisah Sukses Anak Penjual Kain, Kini Miliki Kerajaan Properti!

Pada tahun 2012, takdir baik mengantarkan Andika berkuliah di jurusan Sejarah Universitas Negeri Jakarta. Sayangnya, ia sempat terlilit kesulitan finansial untuk menebus biaya kuliah Rp4 juta. Tetapi, Andika tak putus semangat, ia kerja serabutan agar tidak putus kuliah untuk membayar pendidikannya.

Di kampus inlah Andika merintis Clorismen  bersama teman-temannya dengan modal awal Rp50 juta, hasil patungan empat orang. Setelah itu, Clorismen mulai beroperasi secara online. Dengan ketekunannya, Andika secara resmi menjadi CEO Clorismen pada tahun 2019.

Saat itu, omzet Clorismen telah mencapai Rp1,5 hingga Rp2 miliar setiap bulannya. Itu semua berkat reseller Clorismen yang tersebar di seluruh Indonesia sebanyak 1.400 reseller.

Dalam video YouTube bersama Christina Lie yang bertajuk "ANAK JALANAN JADI CEO, RAUP OMZET HINGGA MILYARAN PER BULAN - ANDIKA RAMADHAN" Andika, meski tinggal bersama orang tuanya di sebuah kontrakan, ia lebih banyak menghabiskan waktunya di jalanan.

Andika pun mengaku hanya sesekali pulang bertemu orang tuanya. Sejak SD, Andika mengaku sudah menjadi anak yang nakal. Ditambah lagi keadaan finansial keluarganya juga tidak baik, karena itu ia lebih memilih untuk menjadi anak jalanan. Sejak usia 3 tahun, orang tuanya sudah berpisah. Ia pun hanya tinggal dengan kakek-neneknya.

Saat SMA kelas 1, Andika dikeluarkan dari sekolah karena sering bolos. Dan ketika Andika ingin sekolah lagi, orang tuanya tidak memiliki uang. Kakek-neneknya pun juga tidak memiliki uang karena sudah dihabiskan di sekolah pertama Andika.

Di titik itulah Andika mulai kenal dengan anak jalanan. Andika mengaku malu karena tidak sekolah. Ia juga sering dibicarakan tetangga. Karena merasa membuat malu orang tua, Andika pun memutuskan untuk tinggal di jalanan.

Meski keluarganya mencari, Andika tetap tidak mau pulang ke rumah saking merasa sudah membuat keluarganya malu. Setelah itu, ia pun mulai mengamen, menjadi tukang cuci piring, bahkan tidur di emperan toko. Pernah suatu hari, Andika dan teman-temannya merasa kelaparan dan hanya bisa memunguti makanan sisa di restoran cepat saji, dan meminum minuman sisa orang-orang saking tidak memiliki uang.

Andika menjadi anak jalanan di usia 15 tahun. Saat hampir dua tahun menjadi anak jalanan, Andika akhirnya berhasil bekerja sebagai tukang cuci piring di sebuah restoran Thailand dekat Bursa Efek Jakarta. Di titik itulah Andika sadar bahwa sekolah itu menyenangkan. Justru keadaan tidak sekolah sangat tidak menyenangkan. Ia juga akhirnya sadar bahwa hidup tak semudah yang ia kira.

Saat masih kecil, Andika sering merasa terbebani untuk sekolah. Namun, akhirnya ia sadar betapa sekolah itu penting dan menyenangkan. Setelah itu ia pun memberanikan diri pulang ke rumah dan meminta untuk kembali sekolah.

Ayahnya pun berujar tidak memiliki biaya untuk menyekolahkan Andika, tetapi ayahnya tahu sekolah gratis di Depok yaitu Sekolah Master (Masjid Terminal), sekolah tempat anak-anak jalanan. Saat melihat sekolah itu, Andika mengaku terkaget-kaget karena tak seperti sekolah pada umumnya. Namun, Andika tetap sekolah di sana karena ia ingin berubah.

"Karena saya gak terlahir dari keluarga kaya, saya mau mengubah kehidupan saya," ujar Andika.

Andika pun tinggal dengan ibunya di Cakung, Bekasi dan harus menempuh jarak yang jauh untuk bersekolah di Depok. Pada suatu hari, Andika melihat ibunya diusir dari kontrakan karena tidak mampu membayar kontrakan. Saat itu, Andika ingin berangkat sekolah dan tidak memiliki ongkos. Andika pun berjalan kaki sampai ke stasiun, dan mulai banyak berpikir bahwa tidak ada alasan untuk tidak bekerja keras.

Sesampainya di stasiun, Andika tidak memiliki uang untuk membeli tiket kereta. Ia pun ingat memiliki ponsel Esia dan berniat menjualnya. Namun, ia diberikan uang untuk ongkos sekolah oleh bapak-bapak yang sedang berjudi sehingga ponselnya tetap ia pegang.

"Biaya kereta saat itu hanya Rp5 ribu, tapi seribu rupiah pun gak punya," tukas Andika menangis.

Andika pun sadar bahwa sekalipun berjudi, bapak-bapak itu masih memiliki hati nurani. Andika selalu berharap agar bisa keluar dari keadaannya yang sangat sulit, salah satunya dengan belajar.

Meski Sekolah Master gratis, tetapi lulusan di sana memiliki ijazah, bahkan ada yang berkuliah di kampus negeri nan bergengsi seperti UI dan UGM. Andika pun berpikir jika kakak kelasnya bisa, maka dia juga bisa. Karena itu Andika bermimpi untuk berkuliah di UI. Andika pun memberanikan diri ke kampus UI dan meminta kakak-kakak yang kuliah di UI untuk membantunya belajar. Ia pun akhirnya diajari gratis setiap hari Sabtu di Perpustakaan UI.

Dengan semangat Andika menenteng buku-buku soal ujian masuk perguruan tinggi. Ia juga sambil mengamen dan berjualan jagung susu. Jika tidak ada pelanggan, Andika akan membuka buku dan belajar latihan soal. Kalau tidak mengerti, Andika akan bertanya kepada mahasiswa-mahasiswa UI.

"Seniat itu saya belajar untuk keluar dari kemiskinan," tandas Andika.

Saat ujian berlangsung, Andika tidak langsung lolos. Ia pun mengalami tiga kali gagal. Barulah di tes yang keempat, Andika lolos di UNJ.

Namun, perjalanan Andika tak semudah itu. Ia harus membayar uang pangkal sebesar Rp4 juta. Tak menyerah, Andika meminta tolong kepada sekolah hingga akhirnya media pun meliputnya. Setelah itu, beberapa perusahaan menawarkan bantuan yang tentu saja diterima Andika.

Setelah masuk kuliah, Andika mulai berjualan dengan cara yang cerdas. Karena ia terbiasa jualan saat SMA, mentalnya sudah terlatih.

"Nggak perlu malu jualan, yang malu itu adalah kalo kita nggak punya uang," terang Andika.

Andika pun aktif di kampusnya. Ia sempat menjadi Ketua BEM di Fakultas dan perwakilan kampus. Setiap kali setelah memimpin rapat, Andika akan berjualan risol di kampus, kacang hingga peyek bayam. Awalnya mungkin teman-temannya iba, tetapi karena risolnya enak, teman-temannya pun berlangganan.

Risol itu Andika ambil dari temannya yang memproduksi risol. Andika mengaku ia memang tidak memiliki uang, tetapi ia memiliki semangat untuk berjualan. Berjualan di kampus ini pun membentuk karakter Andika.

"Kalau orang nggak bisa ngalahin rasa malunya, itu bakal susah jadi pengusaha," ujar Andika.

Fase-fase itu pun sudah dilalui Andika. Bahkan teman-teman Andika yang melihat sulitnya perjuangan Andika, turut memberikan selamat atas kesuksesan yang sudah diraihnya.

Andika sendiri lulus kuliah pada tahun 2017. Selama kuliah, ia lebih sering tidur di kantor organisasi kampus karena banyaknya kegiatan kampus.

Pada tahun 2016, Andika juga ikut mengembangkan Clorismen. Pada dasarnya, Clorismen sudah terbentuk di Depok serta hanya memiliki karyawan tujuh orang yang merupakan pendiri-pendirinya. Hari ini, Clorismen sudah memiliki 60-70 karyawan dengan kantor yang bagus.

Tahun itu, Andika mulai sering ke Depok dan belajar bisnis yang sesungguhnya dengan temannya. Pada saat Andika bergabung, sejatinya penjualan Clorismen sudah baik karena terkenal di Facebook lantaran menggunakan Facebook Ads. Saat bergabung pun, Andika lebih banyak membantu packing sambil belajar banyak dari temannya.

Dari situ, Andika belajar bisnis secara online karena ia terbiasa berjualan offline. Ia belajar apa itu customer service, dan lain sebagainya. Setelah itu, barulah Andika terlibat dalam banyak hal yang ada di Clorismen. Mulai dari reseller berjumlah 10 orang, 100 orang hingga kini 1.400 orang.

Dalam satu tahun, sabun batang Clorismen laku 56.000 batang. Karena itulah banyak orang yang tertarik dan ingin bergabung berjualan Clorismen.

Bahkan, banyak reseller yang akhirnya mengubah hidupnya karena bergabung dengan Clorismen. Ada yang bahkan bisa membeli rumah, mobil, jalan-jalan ke luar negeri, sampai memegang uang di rekening berjumlah Rp100 juta.

Andika mengaku tim kreatif Clorismen berjumlah 9 orang karena merekalah yang membranding Clorismen. Sejak tahun 2017, Andika sudah bisa merasakan kesuksesan Clorismen. Tiap bulan, mereka bisa menjual satu produk sebanyak 56.000, belum produk yang lainnya. Kini, dalam empat tahun berdiri, Clorismen sudah memiliki 11 produk.

Andika mengaku bahwa iklan adalah hal penting dari eksistensi Clorismen, terutama Facebook Ads. Setelah itu, Andika berujar bahwa Clorismen harus eksis di berbagai sosial media seperti Facebook, Instagram, YouTube hingga TikTok.

Andika pun bercerita bahwa reseller selalu mendapat pembinaan dua hari sekali. Jika offline, Andika kerap membuat acara-acara yang menarik demi kedekatan dengan reseller. Andika juga sering mengadakan roadshow demi memotivasi reseller.

"Karena santai-sanatai itu tidak akan membuat membuat hidup gue berubah," ujar Andika.

Sebagai CEO, Andika sibuk mengurusi bisnis Clorismen dari hulu sampai hilir. Andika masih terlibat dengan urusan reseller yang menjadi Top Contributor. Andika juga memotivasi bahwa jika ingin hidup menjadi berkah, maka jalannya dengan berbagi. Tak hanya berbagai secara materi, tetapi juga ilmu.

"Nggak ada sejaranya orang jadi bodoh karena berbagi. Justru ketika ilmu tidak dibagi, ilmu itu bisa tumpul," tandas Andika.

Christina Lie juga mengungkap jika kita memikirkan rezeki orang lain, rezeki kita juga akan dipikirkan oleh Tuhan dan akan dimudahkan.

Tag: Andika Ramadhan, Clorismen

Penulis/Editor: Fajria Anindya Utami

Foto: Instagram/Andika Ramadhan