Jum'at, 19 April 2024 Portal Berita Entrepreneur

Dari Bikin Majalah, Bisnis Kopi Hingga Bawahi 15 Perusahaan Beraset Rp1 Triliun

Foto Berita Dari Bikin Majalah, Bisnis Kopi Hingga Bawahi 15 Perusahaan Beraset Rp1 Triliun
WE Entrepreneur, Jakarta -

Timothy Tandiokusuma, pemuda berusia 26 tahun, sukses menggeluti bisnis private equity bernama Black Boulder Capital (BBC). Berkat kerja kerasnya, Timothy saat ini tercatat telah membawahi 15 perusahaan dengan total asset under management mencapai Rp1 triliun.

Dari 15 perusahaan yang dibawahi, Timothy kini tengah mengembangkan beberapa merek yang unggul di bidang masing-masing. Contoh portofolio Black Boulder Capital adalah Mixology, salah satu merek F&B yang sedang tren di sejumlah kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Lampung, Bali dan Surabaya.

"Kami ikut saham Mixology di Bali dan Surabaya. Dalam waktu dekat, bisnis ini akan membuka outlet baru di beberapa kota lain lagi, dan kami berencana untuk ikut," kata Timothy saat peresmian kantor baru BBC di Jakarta, Senin (13/01/2020).

Baca Juga: Bisnis Kopi Kekinian Makin Berkembang, Pemain Baru Masih Punya Peluang

Timothy mengungkapkan, proyek yang dipilih umumnya perusahaan yang sudah punya track record baik. Ketika mereka memulai proyek baru, dia ikut di situ, sehingga meminimalisasi risiko kegagalan. Salah satu proyek itu adalah Holywings yang menempati urutan pertama sebagai tempat hang out modern milenial, di urutan berikutnya adalah Mixology.

Perusahaan private equity yang dikelolanya juga mempunyai saham di sebuah merek kuku tangan dan bulu mata Joanne Studio. Joanne adalah merek eyelash extension terbesar di Indonesia yang memiliki 33 cabang di lebih dari 10 kota.

Selain itu, perusahaannya banyak bergerak di industri money market. BBC juga berinvestasi di dunia saham, komoditas, dan derivatif.

"Kami berinvestasi di saham Amerika dan Indonesia," ujar Timothy.

Di usianya yang masih muda, Timothy terbilang berhasil mengelola perusahaannya. Namun, itu tentu dilalui melalui proses yang panjang. Dia menyebutkan, sejak usia 17 tahun, ketika berkuliah di Seattle University, Timothy memulai bisnis pertamanya, yaitu perusahaan majalah berbahasa Indonesia di Seattle, Vuelto Magazine.

Selama di Amerika, dia juga merambah bisnis impor kopi Indonesia. Di Amerika ada banyak distributor, Timothy mempunyai perusahaan di Amerika dan mengimpor kopi dari Indonesia.

Setelah empat tahun di Amerika, lulusan Seattle University dengan cum laude ini pun kembali ke Indonesia. Tidak ingin bergantung di bawah bisnis keluarganya di Surabaya, Timothy lalu merantau ke ibu kota Jakarta.

Dengan modal Rp1 miliar, tabungan dari hasil usahanya selama di Amerika, Timothy pun menjadi investor kecil-kecilan. Sayangnya, perusahaan di mana dirinya menjadi investor, semuanya gagal sehingga dia mengalami kebangkrutan di usia 23 tahun.

Namun, dengan kegigihannya, dia memulai kembali, kali ini dengan dukungan dari teman-teman dekatnya, mengelola uang mereka dan memutarnya di dunia money market.

Terobosannya tidak sia-sia. Sejumlah teman mempercayakan modalnya untuk dikelolanya, dari kisaran Rp25 juta hingga Rp50 juta. Hingga kini banyak teman-temannya mempercayakan miliaran rupiah, untuk diputar di sektor riil.

"Uangnya diinvestasikan ke perusahaan-perusahaan yang sudah berjalan. Di bawah kita ada 15 perusahaan dan BBC menjadi pemilik saham pasif atau hanya sebagai advisor semipasif," ungkap pemuda yang memilih drop out dari University of Washington.

Kendati demikian, BBC juga siap menjadi pemilik saham aktif. Salah satunya, proyek premium outlet di kawasan Soewarna di Bandar Udara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten. BBC akan bekerja sama dengan Presiden Direktur Prestige Image Motors, Rudi Salim.

Dan, jika berjalan sesuai timeline, pada 2021 areal seluas 14 ribu meter persegi itu sudah bisa dibuka. Premium outlet itu akan menjadi yang pertama di Indonesia.

Baca Juga: Harta Enggak Habis Sampai 7 Turunan, Ini Dia Nama Pengusaha Terkaya di Indonesia!

Menurut Timothy, di Indonesia banyak factory outlet, misalnya di Bandung untuk merek market menengah ke bawah. Di luar negeri, banyak konsep di mana premium outlet mempunyai tenant-tenant merek premium. Namun, ketika barang-barang itu tidak lagi dipakai lantaran telah lewat musim (defect) atau dari pabrik bermasalah sehingga mereka tidak bisa menjual ke toko-toko ini, mereka menjualnya ke premium outlet.

"Premium inilah yang akan menjadi project plan kita," jelasnya.

Timothy juga optimis membangun perusahaan di bidang private equity. Diakuinya, saat ini masih ada tantangan yang harus dilewati. Salah satunya, kepercayaan perusahaan atau grup untuk menanamkan asetnya pada BBC.

"Kami tahu, kami masih muda. Ini menjadi tantangan bagi kami jika masih ada yang belum mengenal dan percaya pada kami. Namun, apa pun yang diberikan pada kami, akan kami tekuni," pungkasnya.

Tag: Black Boulder Capital (BBC), Entrepreneur

Penulis: Agus Aryanto

Editor: Rosmayanti

Foto: Black Boulder Capital