Selasa, 16 April 2024 Portal Berita Entrepreneur

Tindak Tanduk Pendiri Spotify, Rintis Bisnis Sedari Umur 14 Tahun

Foto Berita Tindak Tanduk Pendiri Spotify, Rintis Bisnis Sedari Umur 14 Tahun
WE Entrepreneur, Jakarta -

Spotify merupakan layanan streaming musik publik yang berdiri sejak tahun 2006. Platform tersebut didirikan oleh Daniel Ek yang masih menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO) hingga saat ini.

Berkat Spotify, pria ini berhasil menjadi miliarder di usianya saat ini yang sudah menyentuh angka 36 tahun. Melansir dari Forbes, harta kekayaan milik Ek jika ditotal saat ini berjumlah US$2,2 miliar.

Kendati tengah menikmati masa kejayaan, Ek telah melewati berbagai rintangan. Sebelum Spotify terbesut, ia terus belajar menulis kode alias coding sendiri saat ia masih remaja. Selain itu, Ek sudah terjun ke dunia bisnis sejak usia 14 tahun. Enggak heran ya kalau saat ini dirinya sudah mahir berbisnis.

Ek sudah mengikuti booming bisnis dotcom pada akhir 1990-an. Dia memiliki bisnis sampingan merancang dan menyediakan hosting situs web untuk perusahaan.

Baca Juga: Perusahaan Masih Rugi, Spotify Naikkan Harga Langganan?

Sering kali Ek bekerja di laboratorium komputer sekolah menengahnya atau rumah keluarganya di pinggiran Kota Stockholm. Diawali dari mendesain website untuk teman-temannya, Ek sudah bisa meminta US$5.000 untuk perusahaan lokal hingga akhirnya tembus US$50.000 dalam sebulan.

Bahkan, orang tuanya tidak tahu tentang bisnisnya yang menguntungkan sampai mereka melihat semua video game dan gitar mahal yang dikumpulkan putra mereka.

“Saya pikir tidak banyak anak berusia 13 tahun yang memiliki Fender Stratocaster tahun 1957 dalam kondisi asli dan hal-hal semacam itu, tetapi, saya melakukannya,” katanya.

Dari situ, kemudian dia mengobrol dengan pendiri Napster, Sean Parker, yang kemudian menjadi investor Spotify. Keduanya sama-sama mengobrol dengan nama samaran. Tetapi, Parker memuji Ek akan Spotify. Lalu, mereka menghabiskan berjam-jam untuk chatting. Keduanya akhirnya bertemu pada 2009.

Meskipun Ek menghasilkan lebih banyak uang daripada ayahnya yang seorang mekanik saat dia berusia 16 tahun, bisnisnya di kamar tidur itu menurutnya semakin membosankan. Dia mulai merekrut Programme. Pada usia 18 tahun, dia mengelola tim yang terdiri dari 25 orang.

Baca Juga: Kisah Sukses CEO Netflix, Berawal dari Rental DVD

“Saya juga dipaksa memasukkan bisnis yang berkembang. Sebab, fakta bahwa otoritas pajak Swedia mulai mengajukan pertanyaan tentang dari mana semua uang itu berasal,” katanya. Pada satu titik, Pemerintah Swedia menghubungi Ek, lalu mengatakan bahwa Ek berutang pajak kepada pemerintah beberapa ratus ribu dolar.

Pada 2002, Ek lulus dari sekolah menengah dan mendaftarkan diri di Royal Institute of Technology Swedia untuk belajar teknik. Namun, dia meninggalkan kampus setelah hanya delapan minggu. Dia bekerja sama dengan beberapa perusahaan teknologi, termasuk situs e-commerce Swedia bernama Tradera yang kemudian dijual kepada eBay.

Dia juga menjabat sebagai Chief Technology Officer (CTO) untuk Stardoll, sebuah perusahaan game online yang berhubungan dengan fesyen. Ek akhirnya mendirikan perusahaan pemasaran online sendiri bernama Advertigo, yang dia jual kepada perusahaan pemasaran digital Swedia, TradeDoubler, pada 2006 dengan harga sekitar US$1,25 juta.

Singkat cerita, di tahun 2014, Ek mengatakan, “Tidak ada yang mengajari Anda apa yang harus dilakukan setelah Anda mencapai kemandirian finansial.” Ek dengan cepat menyadari bahwa uang bukan masalah baginya selama dia mengerjakan sesuatu yang dia sukai.

“Saya mulai berpikir tentang apa yang benar-benar penting bagi saya. Saya menyadari bahwa ada dua hal dalam hidup saya yang selalu sangat mengesankan, yaitu musik dan teknologi,” katanya. 

Dari situ, Ek bertekad membuat proyek besar berikutnya. Pada 2006, dia bekerja sama dengan Martin Lorentzon, pendiri Trade Doubler, membuat Spotify. Mereka menggunakan Napster sebagai inspirasi sambil berusaha menghindari masalah hukum seputar pembajakan dengan mengandalkan teknologi streaming dan mengamankan kesepakatan lisensi dengan perusahaan rekaman.

Layanan streaming resmi tersebut diluncurkan untuk pengguna Eropa pada Oktober 2008 setelah Ek menghabiskan lebih dari dua tahun mengembangkan layanan dan meyakinkan label rekaman dan artis untuk membuat Spotify mengalirkan musik mereka. Kesulitan dalam memperoleh lisensi internasional untuk musik berarti bahwa Spotify tidak dapat diluncurkan di AS hingga 2011.

Dari sana, Spotify terus menghadapi berbagai hambatan untuk pertumbuhan, termasuk perselisihan dengan label rekaman besar dan saingan, seperti Apple serta boikot dari musisi, seperti Taylor Swift yang kritis terhadap berapa banyak uang yang dihasilkan streaming Spotify untuk artis rekaman.

Berhasil melewati berbagai macam rintangan, saat ini Spotify ada di mana-mana. Pengguna bulanannya mencapai hampir 160 juta, termasuk 71 juta pelanggan berbayar. Pendapatan perusahaan pada 2017 adalah US$5 miliar. Spotify sekarang bernilai puluhan miliar dolar dan Ek jauh lebih kaya.

Tag: Kisah Sukses, Spotify

Penulis/Editor: Clara Aprilia Sukandar

Foto: Money