Sabtu, 20 April 2024 Portal Berita Entrepreneur

Berbekal Lahan 500 Meter, Latif Rintis Budi Daya Lele Bioflok dan Usaha Rumah Makan

Foto Berita Berbekal Lahan 500 Meter, Latif Rintis Budi Daya Lele Bioflok dan Usaha Rumah Makan
WE Entrepreneur, Jakarta -

Pembudidaya ikan lele dari Tegalarum, Magelang, Muhammad Abdul Latif (45 tahun), merupakan salah satu peserta Pelatihan Kelautan dan Perikanan di Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Tegal Bidang Pengolahan untuk Nilai Tambah Hasil Budidaya Lele Bioflok, pada bulan Februari lalu.

Dalam pelatihan tersebut, Latif mendapatkan ilmu berupa praktik membuat abon, tik-tik, nugget, otak-otak, yang keseluruhannya berbahan dasar ikan lele. Selain itu, Latif dan peserta lainnya juga mendapatkan pelatihan untuk mengolah kulit lele menjadi kripik dan resep membuat sambal.

Dari pelatihan itulah, Latif memiliki keinginan untuk fokus pada budidaya ikan lele bioflok. Terlebih, ia juga mendapatkan bantuan berupa 3,9 ton pakan lele, fasilitas kolam, dan peralatan lainnya. Di lahan 500 meter persegi yang dimilikinya, Latif membangun usaha rumah makan yang dimulai sejak tanggal 5 Maret 2018 dengan menu utama lele goreng, lele bakar, dan lele crispy.

“Meskipun usaha ini terhitung baru, tetapi konsumen menyampaikan bahwa lele yang saya sajikan memiliki daging yang padat, tidak lembek, lebih higienis dan gurih, meskipun saya tak memakai tambahan MSG,“ ujar Latif dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (15/3/3018).

Dari segi budidaya, Latif mengungkapkan bahwa lele bioflok juga lebih menguntungkan ketimbang budidaya lele konvensional. Saat waktu panen, hasilnya stabil, berbeda dengan konvensional yang kerap kali merosot. Selain itu, modal yang dikeluarkan juga relatif rendah serta bisa dibudidayakan di lahan sempit.

“Lele bioflok memiliki daya tahan yang baik. Hitungan jumlah ekor saat panen pun lebih banyak karena daya hidup lele bioflok lebih baik ketimbang konvensional,” ungkapnya.

Selain menjual olahan lele bioflok, Latif turut serta memberikan informasi kepada masyarakat sekitar untuk beralih ke budidaya lele bioflok. “Saya memberanikan diri. Berdasarkan SOP yang saya dapat dari pelatihan di BPPP Tegal, saya mempraktikkannya di lingkungan saya. Saya juga diminta bantunnya untuk memberikan pendampingan budidaya lele bioflok di Taruna Nusantara,” papar Latif.

Ia pun berharap masyarakat pembudidaya lele konvensional dapat beralih ke lele bioflok dan meminta kepada para pelaku budidaya untuk lebih menggencarkan sosialisasi lele bioflok agar masyarakat yang selama ini tidak untung dalam budidaya pembesaran dapat membudidayakan lele bioflok yang mudah dan tidak rumit.

Kepala BPPP Tegal, Moch. Muchlisin, mengapresiasi pembudidaya lele yang telah sukses mengembangkan lele bioflok. Sejak 2011, BPPP Tegal memang telah fokus mensosialisasikan lele bioflok melalui kegiatan pelatihan maupun pameran.

”Budidaya lele sistem bioflok sebenarnya tergolong baru penerapannya di Indonesia. Kunci budidaya ini adalah disiplin menerapkan SOP serta keterampilan dalam pengelolaan kualitas air, manajemen pakan, serta pengaplikasian probiotik,” ujar Muchlisin.

Di samping itu, Muchlisin menilai bahwa ponpes atau seminar merupakan tempat strategis untuk melaksanakan pelatihan lele bioflok. Hasilnya dapat bermanfaat untuk kemandirian ekonomi ponpes, sekaligus membekali santri dengan keterampilan budidaya lele selain ilmu agama, dan mencetak wirausaha baru.

Tag: Perikanan, Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP), Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)

Penulis: ***

Editor: Ratih Rahayu

Foto: Warta Ekonomi