Konglomerat asal Indonesia, Prajogo Pangestu masuk dalam daftar orang terkaya dunia versi Forbes. Namanya sudah santer terkenal sejak tahun 1970-an di dunia bisnis Indonesia. Per April 2022, kekayaannya mencapai USD5,9 miliar (Rp84,6 triliun), menurut Forbes.
Pemilik nama asli Phang Djoem Phen ini hanya mampu menempuh pendidikan hingga sekolah menengah. Prajogo adalah anak dari seorang pedagang karet, dan ia sendiri sempat menjadi sopir angkot pada tahun 1960-an.
Hingga akhirnya pada tahun 1970-an, Prajogo memulai bisnis berkat bertemu dengan pengusaha Malaysia, Bong Sun on atau Burhan Uray. Prajogo diajak bekerja di PT Djajanti Group yang dimiliki Burhan pada tahun 1969. Kemudian, pada tahun 1976, Prajogo menjadi General Manager pabrik PT Plywood Nusantara di Gresik, Jawa Timur.
Baca Juga: Kisah Orang Terkaya: John Overdeck, Mantan Karyawan Amazon yang Sukses Bangun Perusahaan Sendiri
Setelah berkarir sebagai karyawan, Prajogo pun memberanikan diri untuk membuka usaha sendiri. Semula, ia membeli CV Pacific Lumber Coy yang ia ubah namanya menjadi PT Barito Pacific Timber.
Tak dianya, bisnis itu pun berjalan lancar hingga perusahaan berganti nama menjadi Barito Pacific. Menurut laporan, ia pernah mendapatkan konsesi hutan sebanyak 6 juta hektar lebih.
Operasi pemotongan kayunya saat ini mungkin jauh lebih kecil dari sebelumnya, tetapi kekayaannya masih tertimbun di Tri Polyta Indonesia Tbk, produsen 'polypropylene' terbesar di Indonesia, kongsi dengan Kartini Muljadi.
Hingga akhirnya pada tahun 2007, Barito menguasai 70 persen perusahaan petrokimia Chandra Asri. Pada tahun 2011, Chandra Asri bergabung dengan Tri Polyta Indonesia yang merupakan produsen petrokimia terintegrasi di Indonesia. Lalu di tahun 2020, Prajogo kembali menambah kepemilikan saham di PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) sebesar 6.813.400 lembar saham agar memberikan kinerja yang baik dan positif di tengah pandemi Covid-19.
Selain itu, untuk memperbesar lini bisnisnya di bidang petrokimia, menurut laporan Forbes, Prajogo membeli 33,33 persen saham Star Energy dari BCPG Thailand dengan nilai USD440 juta atau Rp6,2 triliun. Usut punya usut, perusahaan ini sudah diincarnya sejak tahun 2009. Akuisisi ini pun dilakukan melalui perusahaan di bawah kendalinya, Green Era.
Saat ini Barito Pacific berfokus melakukan ekspansi di bidang petrokimia melalui proyek pembangunan kompleks petrokimia ke-dua di Indonesia oleh Chandra Asri, dan melalui ekplorasi energi panas bumi oleh Star Energy Geothermal.