Melonjaknya saham pembuat vaksin telah menciptakan gelombang baru bagi para miliarder. Hal ini pun menimbulkan kritik lantaran dianggap mengambil keuntungan di balik pandemi saat orang-orang tengah berada pada fase pemulihan yang semakin tidak setara.
Dilansir dari CNBC International di Jakarta, Kamis (10/12/2020) lonjakan saham BioNTech, perusahaan bioteknologi Jerman yang bermitra dengan Pfizer dalam pembuatan vaksin Covid-19, telah menciptakan kekayaan tambahan sebesar USD4 miliar untuk CEO dan pendirinya, Ugur Sahin.
Sahin kini menjadi orang terkaya ke-451 di dunia, menurut Indeks Miliarder Bloomberg, dengan kekayaan bersih mencapai USD5,5 miliar (Rp77,6 triliun).
Baca Juga: Petugas Perbatasan Kanada: FBI Ngotot Banget Minta Hasil Interogasi Putri Miliarder China
Kedua investor awal di BioNTech juga menambahkan kekayaan mereka sebanyak USD8 miliar. Mereka ialah kembar Thomas dan Andreas Strungmann. Tahun ini, kekayaan mereka masing-masing bernilai sekitar USD12,7 miliar (Rp179 triliun).
Kondisi para pendiri perusahaan obat yang menghasilkan miliaran ini berbanding terbalik dengan jutaan orang Amerika yang tetap menganggur dan menderita efek kesehatan.
Moderna yang juga mengembangkan vaksin telah mengalami peningkatan sahamnya lebih dari delapan kali lipat tahun ini. Mereka juga telah mencetak setidaknya tiga miliarder baru.
Yakni yang pertama adalah CEO Stephane Bancel memperoleh kekayaan USD4,8 miliar (Rp67 triliun) tahun ini, memberinya kekayaan bersih USD5,3 miliar (Rp74 triliun). Menurut pengajuan peraturan, ia juga telah menguangkan hampir USD30 juta (Rp423 miliar) saham tahun ini.
Profesor biologi Harvard, Tim Springer, yang berinvestasi sebesar USD5 juta pada Moderna saat baru merintis pada tahun 2010 juga telah merasakan kekayaan melonjak hingga USD2 miliar (Rp28 triliun). Selain itu, ada profesor MIT Robert Langer telah menjadi miliarder dengan keuntungan lebih dari USD1,5 miliar (Rp21 triliun) dari Moderna.
Meski demikian, Springer menyampaikan bahwa ia masih mengendarai sepedanya untuk bekerja setiap hari di Cambridge, Massachusetts. Ia bahkan masih menjalani kehidupan yang sederhana.
Selain itu, ia juga telah memberikan sebagian dari kekayaannya kepada sebuah lembaga nirlaba baru yang mempelajari ilmu protein untuk membantu menciptakan antibodi baru. Menurutnya, ia lebih suka berkebun dan mengumpulkan batu.
"Saya tidak butuh uang," ujarnya kepada Forbes.