Pendiri Sinar Mas Group, Eka Tjipta Widjaja tengah ramai diperbincangkan lantaran sengketa harta warisan oleh anak-anaknya. Padahal, Eka Tjipta Widjaja lahir dari keluarga miskin di Fujian, China. Pemilik nama asli Oei Ek Tjhong ini pada tahun 1931, migrasi ke Makassar bersama ibunya untuk menyusul ayahnya.
Perjuangannya pun bermula ketika Eka Tjipta kecil yang hanya mampu sekolah sampai SD. Selebihnya, ia mulai berjualan keliling di kota Makasar dengan sepedanya. Berjualan dari pintu satu ke pintu yang lain dengan menawarkan permen, biskuit dan barang lainnya di toko milik ayahnya.
Baca Juga: Rebutan Harta Warisan, Ini Kerajaan Bisnis Mendiang Eka Tjipta
Di usia 15 tahun, ia pun menjadi pemasok kembang gula dan biskuit dengan sepedanya yang melewati hutan-hutan. Hasil yang ia dapat pun sebesar Rp20. Saat itu sudah lumayan karena harga beras masih sekitar 4 sen.
Saat semua berjalan lancar, ia membeli becak agar barang muatannya semakin banyak. Sayangnya, tak berapa lama kemudian Jepang datang ke Makassar dan usahanya pun hancur total. Tak patah arang, Eka Tjipta pun kembali berjualan makanan dan minuman untuk para tentara Jepang.
Jiwa bisnisnya dari kecil pun terus terbawa hingga Eka Tjipta dewasa. Pada 1972, Eka Tjipta mendirikan pabrik yang memproduksi natrium bikarbonat dan menjadi perusahaan kertas pertama Sinar Mas Grup.
Pada saat yang bersamaan, ia pun mengembangkan bisnisnya ke sektor properti. Pada saat itu masih bekerja sama dengan Duta Pertiwi yang masih menjadi anak usaha Bumi Serpong Damai (BSD).
Meski kerap jatuh bangun, pada tahun 1980, ia kembali melebarkan sayap bisnisnya dengan membeli sebidang perkebunan kelapa sawit di Riau, pabrik beserta mesinnya. Selang setahun bisnisnya berjalan lancar dan ia membeli perkebunan teh sekaligus pabriknya.
Tak selalu mulus, pada tahun 1998 saat krisis keuangan melanda Indoensia, Eka Tjipta harus menyerahkan Bank Internasional Indonesia kepada pemerintah karena tidak dapat membayar utang yang mencapai USD13,5 miliar.
Setelah berhasil bangkit, Sinar Mas Grup kembali merambah ke sektor perbankan dengan mengakuisisi Bank Shinta yang sekarang dinamai Bank Sinarmas. Dari usaha yang dijalani tersebut, Eka Tjipta sudah menjadi taipan di tanah air.
Pada 2012, perusahaan keluarganya menjadi salah satu grup yang pertama kali berinvestasi di startup. Pada tahun 2018, Eka Tjipta Widjaja masuk ke dalam deretan orang terkaya di Indonesia oleh Majalah Forbes. Kekayaannya saat itu mencapai USD8,6 miliar atau Rp121,1 triliun.
Hingga Sabtu, 26 Januari 2019, Eka Tjipta Widjaja menghembuskan napas terakhirnya pada usia 98 tahun. Kini, harta warisannya pun diperebutkan oleh anak-anaknya.