Miliarder sekaligus pengusaha Michael Bloomberg yang kini mengajukan diri sebagai Calon Presiden Amerika Serikat adalah orang terkaya di New York.
Miliarder media dan mantan walikota New York City Michael Bloomberg ini adalah satu dari delapan Demokrat yang masih dalam pencalonan menjadi presiden Amerika Serikat berikutnya.
Bloomberg diperkirakan memiliki kekayaan bersih USD 62,4 miliar atau Rp861,7 triliun menurut Forbes. Hal itu menjadikannya orang terkaya di New York dan orang terkaya ke-12 di AS.
Baca Juga: Jika Terpilih Jadi Presiden AS, Michael Bloomberg Janji Jual Perusahaannya
Dia juga orang terkaya yang mencalonkan diri sebagai presiden dalam sejarah AS. Miliarder berusia 78 tahun itu merupakan pendiri perusahaan informasi keuangan dan media Bloomberg LP pada 1981, dan ia memiliki 88% bisnisnya menurut Forbes.
Bloomberg LP menghasilkan pendapatan USD 10 miliar pada tahun 2018 dan mempekerjakan hampir 20.000 orang di 176 lokasi di 120 negara.
Lahir pada Hari Valentine pada tahun 1942, Bloomberg tumbuh di Medford, Massachusetts, sebuah kota kecil dekat Boston.
Menurut situsnya, Bloomberg tumbuh dalam keluarga kelas menengah. Setelah lulus dari Johns Hopkins dengan gelar teknik elektro dan mendapatkan gelar MBA dari Harvard, Bloomberg bekerja di Wall Street.
Dia mendapatkan pekerjaan di Salomon Brothers di New York City, tempat dia menghabiskan banyak waktu menghitung stok dan obligasi di brankas bank. Gaji awalnya adalah USD 9.000 setahun, menurut situs webnya.
Usai bekerja di Salomon, Bloomberg mendapat pesangon USD 10 juta dan ia gunakan sebagian dari pesangonnya untuk memulai bisnisnya sendiri, sebuah perusahaan teknologi informasi keuangan yang sekarang dikenal sebagai Bloomberg LP. Perusahaan itu bertujuan untuk memudahkan para pedagang untuk mengarungi data.
Bloomberg LP menjadi sangat sukses sepanjang tahun 80-an dan bernilai USD 2 miliar pada tahun 1989.
Pada tahun 2001, Bloomberg memasuki dunia politik, mencalonkan diri sebagai walikota New York City sebagai seorang Republikan. Dia terpilih hanya beberapa minggu setelah serangan 11 September.