Sabtu, 20 April 2024 Portal Berita Entrepreneur

Gurita Bisnis Militer Myanmar, dari Pertambangan hingga Batu Giok dan Ruby

Foto Berita Gurita Bisnis Militer Myanmar, dari Pertambangan hingga Batu Giok dan Ruby
WE Entrepreneur, Jakarta -

Militer Myanmar atau Tatmadaw dikenal menumpuk harta lewat gurita bisnisya di berbagai bidang seperti pertambangan, perbankan, energi, pertanian atau bahkan pariwisata. Namun, kekayaan itu kini menjadi sasaran embargo ekonomi AS, menyusul kudeta terhadap pemerintahan sipil Myanmar, 1 Februari lalu.

Presiden Joe Biden pun telah membekukan aset Tatmadaw senilai USD1 miliar di AS pada 11 Februari lalu. Selain itu, Kemenkeu juga memblokir setiap aset AS atau adanya transaksi dengan 10 petinggi militer yang dinilai mendalangi kudeta.

Namun, junta militer Myanmar diyakini masih bisa mengakses cadangan kekayaannya lewat jaringan konglomerat di dalam dan luar negeri.

Baca Juga: Gak Kaleng-kaleng Nih! Junta Myanmar Terbang ke Thailand, Apa Tujuannya?

Menurut catatan JFM, melalui dua grup usaha, Myanmar Economic Holdings Limited (MEHL) dan Myanmar Economic Corporation (MEC), para jendral dapat mengontrol atau mengawasi setidaknya 133 perusahaan.

Kedua grup tersebut membawahi ragam unit bisnis, mulai dari bir, perkebunan tembakau, transportasi dan logistik, pabrik tekstil, hotel atau bank. Militer juga diyakini ikut berkecimpung dalam bisnis gelap perdagangan batu mulia seperti batu giok dan ruby.

Sebagaimana diketahui, Myanmar merupakan produsen giok terbesar di dunia. Perdagangan giok dan ruby ditaksir mencapai miliaran dolar AS tetapi hanya sedikit yang tercatat, sisanya diyakini diselundupkan ke China.

Sementara itu, perusahaan yang mengantongi izin penambangan giok paling besar adalah Myanmar Imperial Jade Co. Ltd. yang menginduk kepada MEHL telah masuk dalam daftar sanksi ekonomi AS.

Kebanyakan direksi dan pemegang saham MEHL adalah pensiunan jendral atau perwira aktif. MEHL pun diketahui menjalin relasi bisnis dengan perusahaan China, Jepang, Korea Selatan dan Singapura.

Tag: Militer Myanmar

Penulis/Editor: Fajria Anindya Utami

Foto: CNN