Jum'at, 29 Maret 2024 Portal Berita Entrepreneur

UMKM Tergagap Teknologi di Masa Pandemi

Foto Berita UMKM Tergagap Teknologi di Masa Pandemi
WE Entrepreneur, Jakarta -

Di tengah pandemi Covid-19 saat ini, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dituntut untuk masuk dalam ekosistem digital. Sayangnya, UMKM yang memanfaatkan teknologi dalam menjalankan usahanya masih sangat minim.

Data Kemenkop-UKM menyebut per Desember 2020, baru 16% atau 10,6 juta dari total 64 juta UMKM yang terhubung ke dalam ekosistem digital. Meski begitu, angka ini naik 3% dibandingkan awal tahun lalu yang hanya 13%.

Mengutip dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2016, Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Riza Damanik membeberkan rinciannya, 94% UMK tidak menggunakan komputer dalam menjalankan usahanya dan 90% UMK tidak menggunakan internet.

 Baca Juga: Peran Guru Bantu UMKM Bertahan di Tengah Pandemi

"Tadinya sebelum pandemi sekitar 13% atau 8 juta setelah pandemi 10,6 juta yang sudah terhubung ke ekosistem digital," ungkapnya di pelatihan Banking Editors Masterclass (BEM) yang diadakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersama Bank Commonwealth beberapa waktu lalu.

Ia menilai bahwa minimnya UMKM yang go digital ialah karena literasi digital di kalangan UMKM, terutama usaha mikro, masih rendah. 

Untuk itu, ia mendorong UMKM untuk terus meningkatkan infrastruktur, seperti penggunaan komputer, laptop, dan internet maupun pengetahuan menjalankan aplikasi, platform dan sebagainya.

Hambatan selanjutnya ialah kualitas produk. Dia menyebutkan produk-produk yang dipasarkan UMKM Indonesia melalui daring kalah bersaing dengan produk usaha besar dan produk impor yang marak di marketplace. 

Hal ini dibenarkan oleh Tina Lubis (50), pelaku usaha kerajinan tas di Depok. Menurut pengalaman pemilik usaha bernama Rancakbana ini, persaingan produk di marketplace terbilang sangat ketat lantaran mesti bersaing dengan produk-produk yang lebih murah dari luar negeri, seperi China.

Ia pun berharap pemerintah bisa terus melakukan kampanye untuk keberpihakannya pada produk-produk dalam negeri.

"Selama online, kendala saingan barang dari China lebih murah, ongkirnya juga murah. Padahal harapan terakhir kami pada online," bebernya kepada Warta Ekonomi (10/1/2021).

Devi Maharani (40), pemilik usaha Dapur Cihuuyy di Bogor, juga merasakan hal serupa. Selama pandemi Covid-19 berlangsung, dikatakannya, persaingannya terjadi antarproduk dalam negeri lantaran makin banyak UMKM dadakan yang muncul. Pasarnya otomatis jadi semakin sedikit.

"Kalau kue itu jadi terbagi-bagi," celetuknya (9/1/2021). Dapur Cihuuyy telah memasarkan produknya ke berbagai marketplace seperti Tokopedia, Blibli.com, Shopee dan sebagainya.

Ia mengaku gagap teknologi (gaptek) sehingga merekrut satu karyawan khusus untuk pemasaran secara online. Di tengah pandemi saat ini menurutnya suka tidak suka ia harus menambah biaya untuk digital marketing yang sebelumnya tidak masuk dalam kalkulaso keuangannya. 

Terkahir, menurut Riza, kendala yang dihadapi UMKM go digital ialah kapasitas usaha UMKM itu sendiri. Ia berharap UMKM meningkatkan kapasitas produksinya agar masuk dalam skala ekonomi sebelum masuk dalam ekosistem digital. Hal ini penting karena masuk digital bisa saja membuat pesanan jadi membludak.

Untuk itu, ada beberapa langkah atau program prioritas dari Kemenkop-UKM untuk mendukung UMKM go digital diantaranya memfasilitasi pengembangan IT dan inkubasi bisnis di sejumlah perguruan tinggi. Selanjutnya, pelatihan, konsultasi dan pendampingan.

"Salah satunya melalui edukukm.id dan program Kakak Asuh UMKM di SMESCO," ujarnya (19/1/2021).

Selanjutnya, yang tidak kalah penting ialah pengembangan kemitraan usaha berbasis rantai nilai dan penggunaan inovasi dan teknologi.

*Tulisan ini merupakan tugas akhir dalam program Banking Editors MasterClass 2020 yang diselenggarakan Sekolah Jurnalisme AJI - Commonwealth Bank

Tag: Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop-UKM)

Penulis/Editor: Rosmayanti

Foto: Unsplash/William Iven